Jakarta (ANTARA) - Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menyarankan agar pemerintah dapat memanfaatkan defisit APBN yang lebih rendah untuk melakukan intervensi dari sisi suplai.
“Defisit APBN yang lebih rendah menjadi peluang bagi pemerintah untuk melakukan intervensi dari sisi suplai," kata Fithra ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Menurut Fithra, intervensi dari sisi suplai diperlukan untuk mengantisipasi potensi kelangkaan bahan pangan dan masukan atau input produksi yang dapat terjadi pada 2024.
"Pemerintah dapat memberikan insentif atau subsidi kepada industri untuk dapat bertahan di tengah tekanan biaya produksi," ujar Fithra.
Meskipun defisit APBN turun, Fithra menilai bahwa pemerintah tetap perlu mempertahankan kewaspadaan terhadap risiko-risiko global yang dapat berdampak terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut Fithra, risiko-risiko tersebut antara lain ketidakpastian geopolitik, kenaikan inflasi, dan perubahan iklim seperti fenomena El Nino.
“Pemerintah perlu menyiapkan instrumen fiskal untuk mengantisipasi risiko-risiko tersebut,” kata Fithra.
Lebih lanjut, Fithra menjelaskan bahwa penurunan defisit APBN tidak hanya disebabkan oleh pemulihan ekonomi, tetapi juga oleh efisiensi belanja pemerintah.
Menurutnya, belanja pemerintah pada 2023 lebih terfokus pada program-program yang tepat sasaran dan memiliki dampak yang tinggi terhadap perekonomian.
“Belanja pemerintah di tahun 2023 lebih diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan meningkatkan daya saing,” ujar Fithra.
Menurut Fithra, penurunan defisit APBN 2023 menunjukkan bahwa pemerintah telah berhasil melakukan penyesuaian fiskal secara bertahap.
Ia menambahkan bahwa penyesuaian fiskal tersebut dilakukan untuk menjaga keberlanjutan APBN di tengah tekanan ekonomi global yang semakin menantang.
“Penurunan defisit APBN menunjukkan bahwa pemerintah telah berhasil melakukan smoothing dari defisit yang sangat tinggi di tahun 2020 dan 2021,” kata Fithra.