Ambon (ANTARA) - Gubernur Maluku Murad Ismail membahas penerapan kebijakan moratorium perikanan yang pernah diterapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikan (KKP) Susi Pudjiastuti pada 2014, tapi tidak memberikan dampak keutungan secara ekonomi kepada Provinsi Maluku.
"Kami tidak melawan Pemerintah Pusat, tapi kemarin saya mengkritisi kebijakan moratorium perikanan yang pernah diterapkan oleh ibu Susi," kata Murad dalam pidatonya di Konsultasi Regional Wilayah Maluku - Papua, Penyusunan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Ambon, Kamis.
Murad menyampaikan kekecewaanya tersebut, karena menurutnya, kebijakan moratorium wilayah perikanan seharusnya memberikan dampak keuntungan ekonomi bagi Maluku yang wilayahnya menjadi sumberdaya perikanan bagi negara, tetapi malah sebaliknya.
Ia menilai daerahnya hanya menjadi pusat sumberdaya perikanan bagi negara, tapi tidak mendapatkan keuntungan apapun sebagai pemilik sumberdaya tersebut.
"Setiap bulan ada 400 kontainer ikan dari Maluku dibawa oleh ibu Susi ke Jawa dan diekspor dari Jawa, kita dari Maluku hanya jadi penonton," ucapnya.
Dikatakannya lagi, sebagai gubernur Maluku, dirinya merasa perlu menyampaikan hal tersebut kepada Menteri PPN Bambang Brodjonegoro yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), agar bisa diteruskan kepada Pemerintah Pusat.
"Sebagai gubernur Maluku, saya perlu menyampaikan semua yang terjadi di Maluku, dan ini yang perlu saya sampaikan kepada Pak Menteri sehingga bisa sampaikan kepada pemerintah pusat," ucapnya.
Menteri Susi, kata Murad, saat akan menerapkan kebijakan moratorium perikanan pada 2014 pernah berjanji akan memberikan kontribusi hasil perikanan kepada Provinsi Maluku sebesar Rp1 triliun untuk mendorong terbentuk Lumbung Ikan Nasional (LIN), tapi hingga kebijakan tersebut dicabut janji tersebut tidak kunjung direalisasikan.
"Ibu susi ketika 2014 memoratorium Maluku dan dipanggil di rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku, berjanji memberikan kontribusi kepada Maluku sebesar Rp1 triliun namun sampai 2019 hanya omong saja, tapi tidak pernah ada," ujarnya.
Tidak hanya janji kontribusi keuntungan perikanan, Murad juga mempersoalkan dipindahkannya lokasi proses uji mutu ikan yang sebelumnya di Kota Ambon, tapi kemudian dialihkan ke Kota Sorong, Papua Barat, dengan alasan lebih dekat dengan Laut Arafura yang menjadi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718.
Pengalihan wilayah proses uji mutu ikan pada 2014 memberikan dampak kerugian bagi Maluku, karena aktivitas proses uji mutu ikan dari laut Arafura memberikan keuntungan sedikitnya Rp11 miliar setiap bulan.
"Dulu sebelum moratorium, uji mutu ikan masih dilakukan di Ambon, ada pemasukan sebesar Rp11 miliar per bulan, tapi sekarang sudah dibawa ke Sorong karena lebih dekat dengan Aru, dan Ibu Susi memilih 1.460 kapal beroperasi di laut Aru tidak ada satu pun ABK berasal dari Maluku," ucapnya.