Ambon (ANTARA) - Korban gempa tektonik bermagnitudo 6,5 asal Desa Waiheru, Kecamatan Baguala, Kota Ambon yang masih mengungsi ke kawasan perbukitan Desa Nania Atas, mulai terserang gejala diare, demam, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan lainnya.
"Warga kami yang mengungsi ke Nania Atas sudah mulai terserang diare, demam dan sakit lainnya, paling banyak itu balita dan anak-anak," kata Kepala Desa Waiheru Usman Ely di Ambon, Senin.
Ia mengatakan saat gempa tektonik 6,5 melanda Pulau Ambon dan sekitarnya pada 26 September 2019, lebih dari dua ribu warganya mencari perlindungan dengan mengungsi ke berbagai kawasan dataran tinggi, termasuk ke desa-desa tetangga.
Para pengungsi tersebut hingga kini belum mendapatkan bantuan tanggap darurat yang sangat dibutuhkan seperti, terpal dan selimut, ujarnya.
Sekitar 100-an warga yang berdiam di komplek Perumnas Waiheru mengungsi ke Desa Nania dan masih bertahan di sana hingga saat ini.
"Seharusnya ada bantuan selimut kepada pengungsi, kasihan balita dan anak-anak, perubahan cuaca dari yang sebelumnya panas, sekarang sering terjadi hujan jadi agak dingin dan bisa mempengaruhi kesehatan mereka," ucapnya.
Dikatakannya lagi, pihaknya berupaya sebisa mungkin membantu para pengungsi dengan membagikan terpal sebanyak 120 lembar untuk dijadikan tenda, makanan ringan dan air mineral. Semuanya dibeli dengan anggaran dana desa (ADD) yang dialokasikan untuk tanggap darurat bencana.
Kendati belum mencukupi semua kebutuhan pengungsi, bantuan tersebut diharapkan bisa membantu meringankan beban para korban dampak gempa, terutama mereka yang tidak bisa pulang karena rumahnya rusak.
"Penggunaan ADD diatur oleh peraturan wali kota, alokasi untuk tanggap bencana terlalu kecil untuk menangani semua pengungsi. Seandainya dibolehkan untuk mengalihkan sebagian anggaran ke tanggap bencana, maka kami kira jauh lebih baik," ujar Usman.
Kepala Puskesmas Nania Fitri Kaisuku saat dihubungi membenarkan kalau pengungsi yang sementara berlindung di kawasan Nania Atas mulai mengalami gangguan kesehatan, sebagian besar di antaranya dilaporkan terserang diare dan ISPA..
Terkait itu, pihaknya telah membangun satu posko kesehatan di salah satu rumah warga. Akan tetapi karena kurangnya tenaga kesehatan, belum semua pasien tertangani maksimal.
"Datanya sudah kami kirim ke Dinas Kesehatan, jumlahnya banyak, hari pertama saja ada 100-an orang yang dilaporkan sakit, tapi kami sudah membangun posko kesehatan di Nania Atas, hanya saja karena banyak juga tenaga kesehatan yang mengungsi, kami belum bisa maksimal melayani pengungsi di sana," katanya.