Jakarta (ANTARA) - Infrastruktur megah, masyarakat yang produktif, hingga kemajuan teknologi. Dalam sekejap mata, seluruhnya dapat luluh lantak akibat serangan dari kelompok teroris, sebagaimana yang dialami oleh Suriah dan negara-negara lain di Timur Tengah.
Kini, mereka tengah berjuang untuk membebaskan diri dari bayang-bayang ledakan maupun tembakan.
Perjuangan Pemerintah yang menggarap pembangunan di berbagai wilayah Indonesia guna mewujudkan Indonesia Emas 2045 akan berakhir sia-sia apabila tidak mempertimbangkan bahaya isu terorisme jika tidak ditangani sejak dini.
Sepanjang 2021, isu terorisme tidak henti-hentinya mengusik ketenangan masyarakat Indonesia. Salah satunya pada hari Minggu, 28 Maret 2021, Indonesia telah dikagetkan dengan ledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar.
Selanjutnya, jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban pada bulan Agustus juga mendatangkan rasa kekhawatiran yang mendalam di tengah masyarakat Indonesia mengenai bangkitnya gerakan terorisme yang terinspirasi oleh keberhasilan Taliban.
Berbagai pesan berantai menyebar dari satu ponsel ke ponsel yang lain. Pesan tersebut memuat ajakan dan seruan yang membangkitkan jiwa-jiwa radikal untuk bersatu dan menjadi simpatisan Taliban. Hal ini menjadikan ruang publik ramai membicarakan dampak Taliban terhadap aktivitas terorisme di Indonesia dan bagaimana cara terbaik untuk mitigasi dampak tersebut.
Sayangnya, ketika Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror sedang sibuk membasmi dan mengamankan para terduga pelaku terorisme, justru wacana pembubaran Densus 88 yang naik ke permukaan. Padahal, Densus 88 memiliki peran yang sangat penting dalam hal penanganan kasus teror di Indonesia.
Gejolak isu terorisme di Indonesia sangat menyerupai wahana roller coaster. Rasa takut dan kekhawatiran tidak seharusnya membuat masyarakat bersembunyi di balik dinding dan menolak untuk terlibat dalam berbagai upaya pencegahan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafli Amar telah berulang kali menekankan bahwa BNPT tidak dapat mencegah terorisme sendirian tanpa bantuan masyarakat.
Guna berkontribusi dalam melakukan pencegahan aksi terorisme, tentu penting bagi masyarakat untuk memahami apa saja narasi terorisme yang mengancam kedaulatan Indonesia.
Baca juga: Hidayat Nur Wahid dukung pemberantasan terorisme tapi tolak framing bubarkan MUI
Narasi Terorisme
Setelah perjumpaannya dengan mantan pelaku terorisme, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengungkapkan bahwa para pelaku teror dengan aktif mengincar generasi muda yang masih duduk di bangku sekolah untuk menyebarkan narasi terorisme.
Lingkungan sekolah merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap penanaman nilai-nilai intoleransi maupun radikalisme, bahkan dapat memengaruhi anak-anak di bawah umur untuk menjadi pelaku teror.
Salah satu narasi yang kerap digaungkan oleh para pelaku teror adalah politik identitas. Melalui narasi tersebut, seseorang akan merasa bahwa dirinya, rasnya, sukunya, hingga agamanya adalah yang paling benar di antara yang lain.
Tidak segan-segan, lapisan masyarakat yang telah terpapar oleh berbagai narasi mengenai politik identitas akan menyalahkan kelompok yang berbeda dengan kelompok mereka sehingga terjadi perselisihan antara kedua kelompok atau bahkan lebih.
Narasi tersebut juga marak tersebar di sosial media sehingga bagi para pengguna sosial media yang kurang selektif dalam menikmati konten dapat terpapar dan menjadi makin buruk.
Beberapa platform media sosial memiliki algoritma yang bernama filter bubble atau ideological frame. Algoritma tersebut memungkinkan suatu platform memberi rekomendasi dan menebak informasi seperti apa yang pengguna sukai berdasarkan riwayat pencariannya.
Apabila riwayat pencarian seseorang bernuansa radikalisme, pengguna tersebut akan terjebak dalam sirkulasi informasi radikalisme dan mengakibatkan yang bersangkutan menjadi makin radikal. Efek ini yang harus dicegah oleh Pemerintah guna menjaga masyarakat Indonesia dari pengaruh-pengaruh radikal di media sosial.
Ganjar mengatakan bahwa pihaknya telah dengan aktif memantau pengguna media sosial yang aktif melakukan interaksi dengan akun-akun bernuansa radikal dan mengandung nilai-nilai terorisme.
Melakukan kontranarasi terorisme dengan narasi kebangsaan merupakan salah satu langkah pencegahan yang dilakukan bersama BNPT.
Kepala BNPT Boy Rafli Amar meyakini bahwa dengan semangat kebangsaan, ideologi-ideologi kekerasan akan tertolak dengan sendirinya karena sisi nasionalisme yang tumbuh dalam diri seseorang.
Salah satu semangat kebangsaan Indonesia yang begitu hebat dalam menangkal radikalisme dan paham terorisme adalah semangat untuk melakukan toleransi.
Baca juga: Kominfo komitmen tegas menindak konten radikalisme, 21.000 lebih konten diblokir
Indonesia Emas 2045
Menjelang Indonesia Emas 2045, negara ini akan menghadapi berbagai macam tantangan yang luar biasa, seperti bonus demografi dan kepadatan penduduk yang meningkat. Generasi muda yang berada pada usia produktif harus memperoleh arahan yang terbaik guna mendukung keberhasilan negara untuk menjadi salah satu negara dengan perekonomian yang terbesar di dunia.
Akan tetapi, guna mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, seluruh warga negara Indonesia, termasuk Pemerintah, harus berhasil menyingkirkan berbagai potensi gangguan, seperti bahaya narkoba, pornografi, hingga terorisme.
Boy Rafli mengingatkan pentingnya memberi edukasi kepada masyarakat sejak usia dini mengenai nilai-nilai kebangsaan dan bahaya terorisme kepada berbagai sekolah, tempat-tempat keagamaan, hingga berbagai komunitas.
Tidak hanya memberikan informasi mengenai nilai-nilai toleransi, tetapi juga memberikan edukasi mengenai bagaimana kelompok teroris memperoleh pendanaan dan menghindari hal tersebut. Salah satunya adalah kejadian kotak amal yang diduga memiliki tujuan untuk membiayai tindakan terorisme.
Dengan edukasi yang tepat dan sesuai, niat baik masyarakat untuk berderma melalui kotak amal tidak akan mengalami penyalahgunaan karena masyarakat akan memiliki kesadaran untuk memastikan apakah pihak yang menerima uang mereka merupakan pihak yang dapat dipertanggungjawabkan, atau justru pihak yang terlibat dengan organisasi teror.
Menyiapkan infrastruktur dan peta jalan yang memadai memang penting untuk meraih visi Indonesia Emas 2045. Akan tetapi, memastikan kualitas sumber daya manusia terhindar dari paham radikalisme dan terorisme juga tidak kalah penting untuk menjamin seluruh proses produktif untuk mengembangkan bangsa tidak terbuang dengan sia-sia.
Sebagaimana kutipan yang disampaikan oleh Ganjar, "Panas setahun, hilang oleh hujan sehari."
Baca juga: Papua memanas, MUI minta umat tidak terprovokasi kaitannya dengan terorisme
Ancaman narasi terorisme terhadap tujuan Indonesia Emas 2045
Rabu, 15 Desember 2021 9:59 WIB