Jakarta (ANTARA) -
Baca juga: Peneliti BRIN : Sampah plastik dominasi hutan mangrove Teluk Ambon, kelestarian lingkungan terancam
Semua mikroplastik yang sudah masuk laut akhirnya ikut terbawa arus dan menyebar ke seluruh perairan dunia sehingga dapat ditemui dari perairan tropis hingga laut arktik.
Penelitian yang dipublikasikan oleh Institut Alfred Wegener di Pusat Penelitian Kutub dan Kelautan Helmholtz (AWI), Jerman, pada April 2022, kandungan mikroplastik yang tinggi ditemukan di air, dasar laut, pantai-pantai terpencil, sungai dan bahkan di es dan salju di seluruh wilayah Arktik.
Penelitian itu mengungkap, setiap tahun ada 19 sampai 23 juta metrik ton sampah plastik berakhir di sistem perairan dunia.
Sampah plastik yang terpendam bertahun-tahun di tanah juga terurai menjadi mikroplastik yang ikut terserap tanaman melalui serapan air tanah yang tercemar. Sejumlah sayuran yang ditanam di lahan bekas timbunan sampah ternyata juga mengandung mikroplastik.
Ayam kampung yang mencari makanan di sekitar areal sampah juga sudah terbukti di darah dan telurnya mengandung mikroplastik.
Baca juga: Pabrik plastik di Ambon olah sampah jadi bahan baku produk
Beberapa cara
Pernapasan itu diakibatkan dari ada faktor dari udara, tidak hanya di dalam ruangan yang terdapat perabotan plastik yang terlapuk dan terikut dari udara, yang akhirnya menyebarkan serpihan atau serbuk dari pelapukan benda plastik, tapi juga bisa dari baju kita.
Partikel-partikel tersebut, yang terjadi akibat adanya pelapukan, bisa masuk ke dalam saluran pernapasan. Hal itu dikarenakan ukuran partikel plastik yang sangat kecil, bahkan terdapat juga yang berukuran nanometer.
Selain itu, mikroplastik juga dapat masuk ke tubuh manusia melalui pencernaan ketika mengonsumsi bahan pangan yang sudah tercemar mikroplastik seperti ikan, daging ayam, telur dan sayuran yang terkontaminasi.
Untuk paparan, bisa terjadi ketika menyentuh bahan plastik yang sudah mengalami pelapukan dan ukuran partikel plastik yang sangat kecil dapat masuk lewat pori-pori.
Sebelumnya, polusi mikroplastik juga sudah ditemukan di dalam darah manusia. Penelitian yang dipublikasikan di Environment International menyatakan peneliti yang menganalisa sampel darah 22 orang menemukan partikel plastik hampir 80 persen dari orang yang diuji.
Setengah dari sampel darah mengandung plastik PET, yang umum digunakan dalam botol kemasan dan terdapat pula kandungan polistirena yang biasa dipakai untuk kemasan makanan.
Baca juga: Waduh - LIPI: Kepadatan sampah plastik di Teluk Ambon terus meningkat
Mikroplastik yang masuk ke tubuh manusia dapat terendap di saluran pernapasan dan organ lain seperti hati dan ginjal.
Endapan mikroplastik atau nanoplastik, yang merupakan benda asing di dalam tubuh, tidak bisa dicerna atau diserap oleh tubuh dan bisa menimbulkan iritasi.
Dr. Mufti Petala Patria mengungkap, hasil riset pada beberapa hewan percobaan, mikroplastik akan berpengaruh pada perubahan kromosom yang dapat menyebabkan infertilitas, obesitas, dan kanker.
Pengganti plastik
Makin parah cemaran mikroplastik akan memunculkan penyakit baru yang disebabkan residu mikroplastik dalam tubuh manusia dan akhirnya menggerus dana kesehatan global.
Kampanye mengurangi penggunaan plastik harus terus digaungkan termasuk mendaur ulang sampah plastik (recycle) dan menggalakkan kegiatan membersihkan sampah plastik di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, sungai, danau dan laut.
Selain itu yang tak kalah penting adalah memproduksi kemasan ramah lingkungan dari bahan organik yang banyak terdapat di Indonesia seperti serat singkong, daun pandan, kulit jagung, daun jagung, daun kelapa, daun kelapa sawit, pohon rami, daun dan pelepah pisang sampai eceng gondok yang menjadi tanaman penutup di sungai dan danau.
Baca juga: Gerakan #GenerasiPilahPlastik ajak masyarakat sadar memilah sampah, begini penjelasannya
Kemasan pangan, tas belanjaan yang selama ini menggunakan plastik harus bertahap digantikan dengan bahan dari serat alam, apalagi Indonesia kaya akan potensi serat alam.
Indonesia yang menjadi keketuaan G20 bisa menjadi pelopor riset bahan kemasan dari serat alam. Sebagian universitas di Indonesia sudah memulai riset itu sehingga tinggal diperkaya untuk riset mekanisasi yang lebih efisien untuk skala industri dan mencari bahan serat yang banyak terbuang.
Beberapa yang potensial yaitu serat rotan, serat daun kelapa sawit dan daun jagung yang potensinya luar biasa. Biasanya diperlukan perlakuan tertentu terhadap serat alam agar bisa diolah menjadi lembaran kertas serat alam dan dibentuk berbagai kemasan.
Sementara berdasarkan riset yang dilakukan oleh Sustainable Waste Indonesia, cassava bag hanya membutuhkan waktu sekitar 180 hari untuk terurai dalam tanah. Hal ini sangat berbeda dengan kantong plastik biasa yang memerlukan waktu lama hingga benar-benar terurai.
Bukankah menjaga kesehatan juga perlu investasi, bahkan pengorbanan untuk menggunakan bahan ramah lingkungan juga demi perlindungan bagi generasi selanjutnya.