Ambon (ANTARA) - Jaksa penuntut umum Kejari Ambon Endang Anakoda menuntut Leuwaradja Ferdinandus terdakwa dugaan korupsi anggaran Balai Latihan Kerja (BLK) Ambon selama 7,5 tahun penjara.
"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 2 Juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi," kata JPU di Ambon, Jumat.
Tuntutan jaksa disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Tipikor Ambon, Rahmat Selang dengan didampingi dua hakim anggota.
JPU juga menuntut terdakwa membayar denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp2,030 miliar.
Apabila dalam waktu satu bulan jika tidak diganti sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Bila harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti dimaksud maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun," kata JPU.
Ada pun hal yang memberatkan terdakwa dituntut penjara karena perbuatannya bertentangan dengan program pemerintah untuk memberantas korupsi, dan kerugian keuangan negara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp2,030 miliar.
Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, menyesali perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum serta memiliki tanggungan keluarga.
Menurut JPU, berdasarkan pemeriksaan bukti pertanggungjawaban belanja yang ada dan keterangan diperoleh nilai pembayaran belanja yang sebenarnya dengan total belanja sebesar Rp6,689 miliar.
Namun terdapat transaksi belanja bahan pada penyedia dengan total sebanyak 462 transaksi senilai Rp8,032 miliar dimana atas transaksi pembelanjaan tersebut, terdakwa selaku bendahara pengeluaran secara sengaja membuat sendiri atau memalsukan bukti-bukti pengeluaran sehingga belanja tidak sesuai dan terjadi penggelembungan.
Pada Tahun Anggaran 2021 BLK Ambon menerima anggaran rutin dari Kementerian Ketenagakerjaan RI yang masuk dalam DIPA BLK Ambon sesuai revisi terakhir Nomor: 026.13.2.219228/2021 tanggal 28 Desember 2021 sebesar Rp27, 840 miliar.
Sesuai realisasi belanja pada BLK Ambon Tahun Anggaran 2021 adalah sebesar Rp27, 593 miliar.
Dalam perjalanannya ditemukan fakta hukum bahwa perbuatan membuat sendiri dan memalsukan bukti-bukti pengeluaran, tidak melampirkan bukti pertanggungjawaban yang sah dan membuat bukti-bukti pengeluaran dengan menaikkan harga pembelanjaan tidak sesuai yang sebenarnya.
Terdakwa diangkat sebagai bendahara pengeluaran pada BLK Ambon sesuai Surat Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 378 Tahun 2020 Tentang Pengangkatan Pejabat Perbendaharaan Negara Selaku Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Pelaksana Pengelolaan Barang Milik Negara DIPA Bidang Ketenagakerjaan pada Kantor UPT-Pusat Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2021.
Dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa yakni pembelanjaan fiktif dengan nilai sebesar Rp123,459 juta terhadap pembelanjaan fiktif ini terdakwa membuat sendiri dan memalsukan bukti-bukti pengeluaran terhadap 40 transaksi belanja untuk dimasukkan dalam pertanggungjawaban belanja bahan yang didapat dari transaksi belanja bahan pada beberapa penyedia.
Selain itu tanpa bukti atau tidak ada dokumen pertanggungjawaban terdapat 140 transaksi belanja sebesar Rp564.581 juta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan ada juga pertanggungjawaban melebihi harga yang sebenarnya.
Jaksa tuntut terdakwa korupsi dana BLK Ambon 7,5 tahun penjara
Jumat, 15 September 2023 16:13 WIB