Ambon (ANTARA) - Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Maluku, Abidin Wakano menyatakan pentingnya penguatan integrasi sosial sebagai langkah strategis untuk mencegah potensi konflik di Ambon.
“Ketika terjadi pemicu konflik, masyarakat cenderung terkelompok berdasarkan identitas agama. Ini menunjukkan bahwa pekerjaan integrasi sosial harus terus dilakukan,” kata Abidin Wakano, di Ambon, Maluku Senin.
Hal itu disampaikannya merespons peristiwa konflik antar kelompok warga di kawasan Tugu Trikora Ambon, pada Minggu (12/1) dini hari.
Keributan ini bermula dari cekcok antarpemuda yang diduga terlibat balap liar dan mabuk-mabukan di sekitar Tugu Trikora atau yang biasa disebut titik nol Kota Ambon tersebut.
Perselisihan kecil tersebut memicu konsentrasi massa hingga akhirnya terjadi bentrokan yang meluas ke beberapa jalan utama dan kawasan permukiman.
Akibat bentrokan ini, tiga sepeda motor dan satu bangunan dilaporkan terbakar. Beberapa orang juga mengalami luka-luka akibat lemparan batu.
Aparat kepolisian dari Kepolisian Resor Kota (Polresta) Ambon yang mendapat laporan pada Minggu (12/1) pukul 01.30 WIT dini hari langsung bergerak ke lokasi kejadian.
Insiden ini kemudian berkembang menjadi isu yang dikaitkan dengan keagamaan, karena adanya pemisahan sosial yang masih dirasakan di tengah masyarakat.
Rektor IAIN Ambon itu menyoroti bahwa segregasi sosial atau pemisahan kelompok di Maluku bukan hanya soal perbedaan wilayah, tetapi juga pola pikir yang membentuk jarak antara komunitas. Memori kolektif dari konflik besar di Maluku pada 1999–2002 masih menjadi tantangan dalam menciptakan integrasi sosial yang utuh di Ambon.
Ia mengajak semua pihak untuk memperkuat rasa kebersamaan dan mempertemukan generasi muda lintas agama. “Anak-anak kita perlu dilibatkan dalam kegiatan lintas komunitas seperti kerja sama sosial dan pendidikan multikultural, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh cerita masa lalu yang memisahkan,” ujarnya.
Dia menekankan pentingnya mewaspadai pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari situasi konflik. Menurutnya, individu atau kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab, kerap memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi atau politik.
“Dalam setiap konflik, pasti ada yang ingin mengalihkan perhatian dari isu penting, memperkuat posisi politik, atau bahkan mencari keuntungan ekonomi. Hal ini harus menjadi perhatian bersama agar tidak memperkeruh suasana,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa menjaga harmoni bukanlah tugas satu pihak saja, tetapi tanggung jawab bersama. Baik dari pendidikan, tokoh agama, masyarakat, hingga pemerintah perlu bahu-membahu menciptakan ruang kebersamaan.
Dengan kerja sama yang berkelanjutan, potensi konflik dapat diminimalkan, dan Maluku dapat menjadi tempat yang lebih damai bagi semua warganya.
Abidin berharap, dengan komitmen bersama dari semua pihak, Ambon tidak hanya dapat mengatasi potensi konflik, tetapi juga menjadi contoh keberhasilan integrasi sosial di Indonesia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi: Penguatan integrasi sosial penting cegah konflik di Ambon