Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat sentimen risk-on menguat di pasar keuangan global.
“Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS akibat menguatnya sentimen risk-on di pasar keuangan global seiring meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang lebih agresif,” ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Peningkatan ekspektasi tersebut disebabkan pertemuan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada bulan Maret 2025 yang memproyeksikan perlambatan ekonomi AS ke depan.
Pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell mengenai sifat inflasi tarif yang cenderung sementara juga turut mendorong sentimen risk-on lebih lanjut.
“Hari ini, rupiah diperkirakan diperdagangkan dalam kisaran Rp16.450–Rp16.575 per dolar AS,” ungkap Josua.
Kendati nilai tukar rupiah menguat sepanjang perdagangan, obligasi mata uang ini diperdagangkan bervariasi pada perdagangan Kamis (20/3).
Imbal hasil seri acuan 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun masing-masing tercatat 6,80 persen, 7,11 persen, 7,11 persen, dan 7,12 persen.
Volume perdagangan obligasi pemerintah tercatat sebesar Rp22,36 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan volume perdagangan Rabu (19/3) yang sebesar Rp26,3 triliun.
Pada Rabu (19/3), kepemilikan asing pada obligasi rupiah menurun sebesar Rp250 miliar menjadi Rp893 triliun atau 14,39 persen dari total outstanding.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Jumat pagi di Jakarta menguat sebesar 4 poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.481 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.485 per dolar AS.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom: Rupiah menguat dipengaruhi sentimen "risk-on" di pasar global