Jakarta, 20/6 (Antara Maluku) - Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah menyatakan memaksimalkan pengembangan ekonomi kreatif diyakini akan mampu memacu penerimaan negara di tengah pemangkasan anggaran.
"Saya berpendapat sebaiknya pemerintah juga dapat memaksimalkan ekonomi kreatif untuk dapat membantu penerimaan negara. Karena dari sektor ini, ada potensi yang luar biasa untuk membantu penerimaan negara," kata anggota Fraksi PAN itu di gedung parlemen Jakarta, Senin.
Anang mengemukakan hal itu terkait pemangkasan anggaran melalui APBN Perubahan 2016 yang saat ini dibahas DPR dan pemerintah.
Menurut Anang, memaksimalkan pengembangan dan pertumubuhan sektor ekonomi kreatif akan bisa membantu penerimaan negara.
"Pemangkasan anggaran negara dalam RAPBN Perubahan 2016 hingga Rp70 triliun disebabkan target penerimaan negara meleset. Padahal, memaksimalkan sumber penerimaan negara dari sektor ekonomi kreatif dapat membantu pendapatan negara," katanya.
Anang Hermansyah mengatakan, sebenarnya pemerintah dapat memaksimalkan sektor ekonomi kreatif untuk dapat membantu penerimaan negara.
"Asalkan pemerintah ada kemauan dan serius membenahi di sektor ekonomi kreatif ini," kata Anang.
Dia menyebutkan, sedikitnya terdapat tiga strategi yang bisa dimanfaatkan negara untuk menambah sumber penerimaan negara dari sektor ekonomi kreatif ini. Pertama, membentuk "integrated box office system" yang khusus memonitor sebaran film, berapa penonton dan tren film apa yang lagi digemari di suatu kota.
"Sistem ini akan memberi efek positif bagi pelaku seni, industri dan pajak. Semua menjadi transparan," kata Anang.
Menurut dia, hingga saat ini Indonesia belum memiliki sistem yang terintegrasi terkait dengan industri perfilman ini. Dia meyakini, dengan adanya sistem tersebut, dapat membantu penerimaan negara.
"Saya mendorong pemerintah segera mempercepat penerbitan peraturan menteri terkait dengan sistem 'box office' itu," kata Anang.
Kedua, Anang menyebutkan keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang hingga saat ini belum berjalan maksimal.
Menurut dia, Kementerian Hukum dan HAM sebagi "leading sector" dalam urusan tersebut hingga saat ini belum melakukan langkah konkrit. "Sampai hari ini peraturan pemerintah tentang pendaftaran lagu agar mendapat lisensi dari pemetintah belum ada. Padahal itu masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," kata Anang.
Ketiga, mereformasi Lembaga Sensor Film (LSF) dengan mengubah UU Nomor 33 Tahun 2009 dengan memasukan pungutan yang dilakukan LSF masuk penerimaan negara.
"Merujuk Pasal 65 ayat (2) dan ayat (4) UU No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, pungutan yang dilakukan LSF tidak masuk kategori penerimaan negara seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB)," katanya.
Politisi berlatarbelakang musisi ini meyakini, bila tiga sektor tersebut dibenahi dengan serius oleh pemerintah akan membantu penerimaan negara.
"Belum lagi dari sektor lainnya di ekonomi kreatif yang tahun 2013 saja dapat menyumbang peneriman negara sebesar Rp 642 triliun," kata Anang.
Menurut dia, semestinya pemerintah tidak menganggap urusan ekonomi kreatif ini hanya sektor komplememter saja. Karena dari sisi penerimaan negara dari sektor tersebut cukup signifikan.
"Saat ini cukup jelas sekali kinerja Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tersandung oleh peraturan antarlembaga dan masih akutnya ego sektoral di dalam kementerian," kata Anang.
Anang meminta Kepala Bekraf Triawan Munaf berani mendobrak dengan mengkreatifkan hubungan antarlembaga dan antarkementerian. "Sudah seharusnya Kepala Bekraf Triawan Munaf mengkreatifkan hubungan antarlembaga dan antarkementerian kalau ingin Presiden nggak pusing," kata Anang.