Ambon, 13/4 (Antaranews Maluku) - Majelis hakim Tipikor Ambon mengingatkan jaksa agar melibatkan aparat kepolisian dalam melakukan penjemputan paksa terhadap tiga mantan komisioner Panwaslih kabupaten Maluku Tengah bila tidak memenuhi panggilan sebanyak tiga kali.
"Tiga mantan komisioner ini harus dihadirkan secara bersamaan dalam persidangan sebagai saksi. Kalau tidak memenuhi pemanggilan, maka polisi harus dilibatkan untuk melakukan penjemputan paksa," kata ketua majelis hakim Tipikor, Jimmy Wally didampingi Ronny Felix Wuisan dan Herry Leliantono selaku hakim anggota di Ambon, Jumat.
Penegasan majelis hakim disampaikan dalam persidangan ketika mendengarkan keterangan mantan bendahara pembantu pengeluaran Panwaslih Maluku Tengah, Mohamad Safar Tuasikal.
Tiga mantan komisioner Panwaslih Maluku Tengah adalah Stenly Mailisa, Ahmad Latuconsina, dan Yohana Latuloma seharusnya hadir di persidangan untuk memberikan keterangan seputar kasus dugaan korupsi dana Panwaslih 2015 dan 2016 atas terdakwa Jhony Richard Wattimury.
Selain ketiga mantan komisioner, saksi lainnya seperti Yanti Marlen Nirahua selaku kepala sekretariat merangkap PPK dan beberapa saksi lainnya juga dijemput paksa untuk memberikan kesaksian dalam persidangan.
Tim penasihat hukum terdakwa, Hendry Lusikoy, John Tuhumena, Marnex Salmon, Noke Pattirajawane, dan Rey Sahetapy meminta penetapan majelis hakim untuk menjemput paksa para saksi.
JPU Kejari Maluku Tengah, Manatap Sinaga dan Hendra Lopulalan mengatakan, Stenly Maelisa diinformasikan sudah pindah ke Makassar (Sulsel), Ahmad Latuconsina berada di Bacan (Maluku Utara), dan Yohana Latuloma sedang melaksanakan tugas di Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan baru akan kembali dua pekan ke depan.
"Kalau Yanti Marlen Nirahua yang merupakan PPK saat ini baru selesai melahirkan bayinya," kata jaksa.
Sementara saksi Mohamad Safar Tuasikal dalam persidangan mengakui dirinya hanya bertugas selama tiga bulan sebagai bendahara pembantu pengeluaran dan mengundurkan diri.
"Pengunduran diri ini dilakukan karena merasa tidak nyaman dengan Ketua Panwaslih, Stenly Maelisa yang suka memerintah dan menguasai, sementara terdakwa ini adalah orang yang baik," tandas saksi.
Ketika menjadi bendahara pembantu pengeluaran, saksi mengaku ada penggunaan dana yang tidak sesuai Rencana Anggaran Belanja (RAB), seperti pembayaran uang pengamanan Rp15 juta.
Meski pun tidak setuju, saksi akhirnya menyerahkan uang Rp15 juta atas desakan Yanti Marlen Nirahua selaku kepala sekretariat merangkan PPK, dan penyerahan uang ini ada disertai bukti kwitansi.
Dalam RAB hanya disebutkan penyewaan mebuler selama tiga sampai empat bulan untuk kantor Panwasih tetapi komisiner menyuruh melakukan pembelian barang secara permanen.