Ambon (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku bersama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan peneliti Universitas Pattimura Ambon memberikan terapi psikososial sekaligus menyampaikan berbagai informasi mengenai kegempaan kepada warga di sejumlah desa di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.
"Terapi psikososial dan sosialisasi kegempaan dilakukan dengan mendatangi sejumlah desa dan tempat penampungan pengungsi di Pulau Haruku dalam beberapa hari terakhir," kata Kepala Pelaksana BPBD Maluku, Farida Salampessy, di Ambon, Minggu.
Kegiatan terapi psikososial dan sosialisasi kegempaan bagi pengungsi di Pulau Haruku dimulai sejak Sabtu (21/12) dengan mendatangi warga dan lokasi pengungsian di Desa Kailolo, Dusun Ori, Desa Pelaut, dan Desa Kabau. Pada Minggu, kegiatan dilanjutkan ke Negeri Oma dan Haruku Sameth.
"Tim BPBD bersama BMKG juga melakukan sosialisasi kepada warga di Desa Sila, Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, pada Sabtu agar warga tidak terlalu takut akibat amblesan yang terjadi di desa tersebut," kata Farida.
Gempa tektonik beruntun pada 26 September dan 12 November 2019 menyebabkan tanah di Desa Sila amblas dengan kedalaman antara 12-15 meter serta menimbulkan retakan tanah dengan lebar 25 meter dan panjang 100 meter ke arah pantai.
Menurut Farida, kegiatan terapi psikososial dan sosialisasi kegempaan kepada warga perlu dilakukan secara berkala untuk mengikis trauma mereka akibat gempa sehingga tidak takut untuk kembali ke rumah masing-masing.
BPBD juga memanfaatkan kegiatan sosialisasi untuk menyampaikan rencana rehabilitasi terhadap rumah warga yang rusak setelah gempa melanda wilayah Kota Ambon, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat.
Farida menjelaskan, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengalokasikan dana stimulan tahap I untuk perbaikan rumah rusak kepada BPBD kabupaten/kota terdampak, Dana Tunggu Hunian (DTH), serta Cash For Work (CFW) untuk korban gempa.
Setiap warga yang rumahnya rusak berat akan mendapatkan dana stimulan sebesar Rp50 juta dan warga yang rumahnya rusak sedang dan ringan akibat gempa masing-masing akan mendapat dana stimulan Rp25 juta dan Rp10 juta. Penyaluran bantuan dana itu akan dilakukan secara bertahap.
Sementara DTH untuk korban gempa dengan kondisi rumah atau hunian rusak berat nilainya Rp500 ribu per bulan dan diberikan selama enam bulan agar mereka bisa keluar dari tempat pengungsian dan menyewa tempat tinggal selagi rumah mereka direnovasi.
Selain itu ada bantuan CFW bagi warga yang bekerja membersihkan puing-puing pascagempa senilai Rp50 ribu per orang per hari selama lima hari.
Farida mengingatkan warga yang rumahnya rusak berat, sedang, maupun ringan untuk segera menyelesaikan administrasi persyaratan untuk mendapatkan bantuan.
"KK dan KTP sangat dibutuhkan sebagai pelengkap administrasi pengungsi. Jika ada pengungsi di Pulau Haruku yang belum memilikinya segera berkoordinasi dengan kepala desa/dusun untuk proses pembuatan, sehingga lengkap dan proses renovasi rumah dapat segera dilaksanakan," demikian Farida Salampessy.