Ambon (ANTARA) - Perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penjualan dan pembelian (Reverse Repo) surat-surat hutang/obligasi pada Kantor Pusat PT. Bank Pembangunan Daerah Maluku pada 2011 sampai dengan 2014 mencapai Rp238,5 miliar.
"Besaran kerugian keuangan negara ini didasarkan pada laporan hasil audit BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku dan sudah diterima oleh jaksa," kata Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette di Ambon, Selasa.
Menurut dia, kerugian keuangan negara dalam perkara ini sesuai BPKP RI PRovinsi Maluku Nomor : SR-373/PW25/5/2020, tanggal 14 Desember 2020 yang menyebutkan nilainya mencapai Rp238.5 miliar.
Perkara ini masih terus ditangani Kejati dan pada 2 Februari 2021 sudah dilakukan penyerahan tahap II dari penyidik bidang Pindana Khusus Kejati Maluku kepada jaksa penuntut umum.
"Ada dua berkas acara pemeriksaan bersama dua tersangka beserta barang bukti yang dilakukan penyerahan tahap dua," jujar Sammy.
Dua tersangka ini adalah IBT (63) selaku mantan Direktur Kepatuhan pada PT. BPDM serta IR (59) yang merupakan mantan direktur umum BUMD milik Pemprov Maluku tersebut.
Penyerahan tahap dua oleh jaksa penyidik terhadap tersangka IBT berlangsung di ruang Pidsus Kantor Kejati Maluku, sedangkan tersangka IR berlangsung di Lapas Kelas IIA Ambon karena yang bersangkutan sementara menjalani masa penahanan dalam perkara lain.
Setelah dilakukan penyerahan tahap II kemudian tersangka IBT ditahan oleh Penuntut Umum, Achmad Atamimi, dengan jenis penahanan rumah tahanan negara dan dititipkan pada Rutan Kelas II A Ambon.
Sementara tersangka I.R tidak ditahan karena masih menjalani masa penahanan dalam perkara lain di Lapas Kelas II A Ambon.
Pasal yang disangkakan untuk dakwaan primair adalah pasal 2 ayat (1) Juncto pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan ditambah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsidiair adalah pasal 3 Juncto pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.