Ambon (ANTARA) - Kegiatan "Rumah Peradaban Hatusua" di Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat yang digelar Balai Arkeologi Maluku pada September 2021 berhasil mendorong kesadaran masyarakat untuk melindungi lokus purbakala tersebut, kata arkeolog Balai Arkeologi Maluku, Lucas Wattimena.
"Kegiatannya bisa dibilang berhasil karena banyak masyarakat, terutama pelajar dan guru yang sebelumnya tidak tahu tentang situs purbakala Hatusua, jadi lebih paham dengan bagaimana seharusnya melindungi situs purba," katanya, di Ambon, Selasa.
Ia mengatakan kegiatan itu agenda tahunan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) untuk mendorong penyebaran pengetahuan terkait dengan sejarah kepurbakalaan dari hasil penelitian yang dilakukan para arkeolog kepada masyarakat. Untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara ditangani Balai Arkeologi Maluku.
Tahun ini, kata dia, situs Hatusua yang telah lama menjadi perhatian Balai Arkeologi Maluku dijadikan sebagai lokasi kegiatan rumah peradaban. Kendati diselenggarakan di tengah pandemi COVID-19, transfer pengetahuan kepurbakalaan berhasil dilakukan.
"Tidak banyak masyarakat yang tahu Hatusua yang menyimpan jejak okupasi manusia purba. Kegiatan kunjungan ke situs yang kami lakukan kemarin sedikitnya telah memberikan pemahaman pentingnya situs itu bagi sejarah peradaban manusia," katanya.
Dia mengatakan Balai Arkeologi Maluku mulai meninjau situs tersebut pada 2006 dengan melakukan survei potensi kepurbakalaan. Studi terkait dengan situs itu kemudian dilanjutkan pada 2009 dengan ekskavasi dan ditemukan jejak penguburan tempayan yang merupakan konsep religi prasejarah akhir.
Kendati tidak ditemukan penanggalan kronologis yang tepat terkait dengan makam tersebut, penelitian tetap dilanjutkan hingga 2012 dan berhasil mengidentifikasi 11 gua hunian masa palaeolitikum (zaman batu sedang), ekskavasi baru dilakukan dua tahun kemudian.
Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan oleh Balai Arkeologi dan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh arkeolog lainnya menunjukkan situs Hatusua pernah menjadi lokasi pemukiman dari beberapa era, termasuk megalitikum (zaman batu besar).
Dengan kompleksitas yang dimiliki, katanya, situs Hatusua seharusnya diupayakan oleh pemerintah daerah setempat agar menjadi situs cagar budaya yang dilindungi secara hukum.
"Saat itu yang memimpin penelitian dari Balai Arkeologi Maluku di Hatusua adalah arkeolog Marlon Ririmasse, termasuk beberapa kali ekskavasi untuk mencari jejak-jejak yang tersisa," ujarnya.