Ambon (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menegaskan penerapan hukuman mati bagi seorang terpidana koruptor hanya diberlakukan untuk tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dalam kondisi tertentu.
"Kondisi tertentu yang dimaksudkan, seperti korupsi anggaran bencana alam, wabah corona, maupun kondisi negara dalam keadaan krisis," kata Ghufron di Ambon, Rabu.
Penegasan Ghufron disampaikan usai melakukan sosialisasi pada acara "Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Wilayah Maluku Tahun 2021 kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi".
Menurut dia, KPK berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 bahwa penerapan hukuman mati untuk tindak pidana korupsi yang terjadi sebagaimana Pasal 2 ayat (2).
Dalam pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dalam kondisi-kondisi tertentu, misalnya krisis atau bencana alam ataupun pandemi COVID-19.
"Tidak ada limit untuk nilai anggaran yang dikorupsi untuk pelanggaran seperti ini, terpenting ada kerugian negara yang sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, yaitu terjadi pada kondisi tertentu," tegasnya.
Untuk penanganan kasus korupsi di Maluku, kata Ghufron, KPK selalu berkoordinasi secara reguler bukan saja dengan dinas pelayanan publik tetapi juga dengan aparat penegak hukum, seperti kepolisian, Kejaksaan, dan BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku.
Ia mengatakan bukan KPK saja yang melakukan proses penegakan supremasi hukum melainkan aparat penegak hukum lainnya melakukan tugas sama agar linier di hadapan rakyat Indonesia. Proses penegakan supremasi hukum mau dilaksanakan oleh siapa pun tetap satu, perlakuan yang sama.
"Kalau ada laporan dugaan tindak pidana korupsi tentunya dilakukan penindakan, dan kalau ada dugaan maka KPK akan melakukan penyelidikan sampai ke penuntutan," ucapnya.
Terkait pelaksanaan rakor yang dipandu Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury, dia menyatakan semangat KPK bersama legislatif bersama-sama mengawasi, mengawal, mengontrol, dan meregulasi Provinsi Maluku dalam memajukan daerah menjadi adil dan makmur.
"Karena sesungguhnya DPRD adalah lembaga yang didirikan oleh negara untuk mengontrol. KPK untuk semangat dan fungsinya sama, yakni mengawasi dan penegakan hukum," katanya.
Apabila DPRD berfungsi melakukan kontrol secara politik, maka KPK mengawasi secara prespektif hukum, namun semangat dan tujuannya sebenarnya sama, kata dia.