Jalan Salib, Pertobatan dan Kebersamaan
Minggu, 24 April 2011 10:29 WIB
Prosesi Jalan Salib bukan sekadar ritual tahunan untuk mengingat kesengsaraan dan penyaliban Yesus Kristus ribuan tahun lalu, tetapi harus menjadi titik awal pertobatan umat.
Uskup Diosisi Amboina, Mgr. Petrus Canisius Mandagie menegaskan hal itu terkait penyelenggaraan prosesi Jalan Salib Oikumene yang diikuti ribuan umat Kristiani di Ambon, Sabtu.
Menurut dia, prosesi itu juga harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk mempererat hubungan persaudaraan yang hakiki antarumat beragama serta menghindari berbagai bentuk kekerasan, berangkat dari pemahaman penuh akan makna keagungan budi dan sifat Yesus Kristus yang rela disiksa dan disalib hingga wafat untuk menebus dosa manusia.
Dalam konteks kekinian, umat dituntut rela berkorban untuk menolong sesama serta membangun persaudaraan yang hakiki tanpa pamrih. Umat pun dituntut bahu-membahu dalam upaya mendukung berbagai program pembangunan yang dilakukan pemerintah di berbagai bidang, yang berujung pada peningkatan kesejahteraan.
Lebih dari itu, umat juga harus siap menderita dalam memperjuangkan dan membela kebenaran serta keadilan.
"Berpihak lah kepada kebenaran dan keadilan meski dengan resiko menderita. Itulah yang diajarkan Yesus Kristus kepada seluruh umat manusia," katanya.
"Tidak memilih"
Prosesi Jalan Salib, menurut Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) Jhon Ruhulessin, merupakan ritual yang selalu mengingatkan umat untuk senantiasa mau memberikan pertolongan tanpa memilih atau membeda-bedakan mereka yang membutuhkan uluran tangan.
"Salib yang dipikul Yesus Kristus harus dijadikan simbol pemersatu umat beragama tanpa memandang perbedaan," katanya.
Umat, tandasnya, harus bersatu untuk menjadi teladan dan melayani sesama di tengah keprihatinan bangsa dan negara yang terus dilanda peristiwa kekerasan dan aksi-aksi teror saat ini.
Dia juga mengimbau umat Kristiani untuk tidak mudah terpancing isu menyesatkan yang ingin memecah belah, tetapi sebaliknya meningkatkan ketahanan serta menjalin persatuan dan kesatuan antarsesama.
Dalam pandangan Ruhulessin, ketahanan umat harus terus diperkuat karena itulah modal untuk membangun Ambon dan Maluku yang aman dan damai, dilandasi semangat persaudaraan dan kekeluargaan yang hakiki.
"Persatuan, persaudaraan dan kekeluargaan umat beragama di Maluku yang terpatri dalam budaya leluhur Pela-Gandong harus terus dipelihara dan mewarnai seluruh kehidupan umat beragama di Maluku," katanya.
"Sedot perhatian warga"
Pelaksanaan prosesi "Jalan Salib" Oikumene yang digelar pemuda Kristiani melewati sejumlah ruas jalan di Kota Ambon, dan menyedot perhatian ribuan warga di ibu kota provinsi Maluku itu.
Prosesi Jalan Salib tersebut, yang melukiskan kesengsaraan Yesus Kristus hingga wafat di Bukit Golgota, dihadiri sejumlah pimpinan agama serta pimpinan daerah. Acara dimulai di kantor Pertamina, kawasan Benteng, Kecamatan Nusaniwe disaksikan warga yang telah menunggu sejak pagi.
Prosesi dimulai dengan cerita Yesus bersama tiga orang muridnya berdoa di Taman Getsemani, sesaat sebelum Ia ditangkap oleh tentara Romawi untuk disalib sampai mati.
Drama kesengsaraan dan penyaliban Yesus Kristus dilakukan di sepanjang ruas jalan di Kota Ambon, di mana pada setiap Gereja yang dilewati rombongan sempat berhenti dan disambut umat Kristiani yang telah menanti di situ, untuk melakukan beberapa sesi kesengsaraan Yesus Kristus seperti yang tertulis dalam Alkitab.
Sejumlah ruas jalan yang dilalui, yakni Air Salobar, Wainitu, Perigi Lima, Mangga Dua, Pohon Puleh, Tugu Trikora, Anthony Rebook dan berakhir di lapangan Merdeka dengan drama penyaliban Yesus.
Pada sejumlah ruas jalan itu, ribuan umat Kristiani tua dan muda turut berjalan kaki sejauh tiga kilometer untuk menyaksikan prosesi drama Jalan Salib itu hingga berakhir di Bukit Golgota.
Suasana haru tampak menghiasi ritual tersebut dan sebagian besar warga terlihat meneteskan air mata, saat menyaksikan tokoh yang berperan sebagai Yesus Kristus yang sedang memikul kayu salib, dicambuk oleh tentara romawi hingga terjatuh berulang kali.
Banyak pula warga yang berteriak histeris dan meminta para tentara untuk tidak lagi menyiksa tokoh Yesus, setelah beberapa kali terjatuh dan terlihat menderita.
Musik yang dilantunkan kelompok pemusik menggunakan terompet dari atas mobil bak terbuka dan lagu yang dinyanyikan warga yang mengikuti prosesi, kian menambah haru suasana saat itu.
Saat prosesi berlangsung, arus lalu lintas di sejumlah ruas jalan menjadi macet total. Para pengguna kendaraan umum maupun pribadi memanfaatkan kesempatan itu untuk menonton. (James F. Ayal)