Ambon (Antara Maluku) - Warga Wonreli-Kisar, Ibu Kota sementara Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) Maluku, hingga sekarang masih melalukan "Sasi" atau penyegelan aktivitas secara adat di dermaga penyeberangan feri Kisar.
"Kami baru menerima surat masuk dari Kabupaten MBD yang menyatakan kalau sudah seminggu dermaga feri Kisar tidak bisa beroperasi karena disegel sekelompok warga, sehingga komisi berencana akan melakukan peninjauan lapangan," kata anggota komisi C DPRD Maluku, Francois Orno di Ambon, Rabu.
Larangan terhadap setiap kapal feri untuk merapat di dermaga itu mulai berlaku ketika Sekda Kabupaten MBD bersama rombongan akan berangkat menuju Tiakur (Pulau Moa) yang menjadi Ibu Kota definitif kabupaten tersebut.
Francois Orno mengatakan, rencana kunjungan ke Pulau Moa dalam rangka meninjau sekaligus mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung, karena akan dilakukan pemindahan aktivitas pemerintahan ke Tiakur bulan November 2012 sesuai tuntutan Undang-Undang Pemekaran Kabupaten.
Namun Sekda bersama rombongan pimpinan SKPD langsung dihadang sekelompok masyarakat dan melarang rombongan tidak diizinkan pergi ke Tiakur, karena ada informasi yang berkembang kalau pemerintahan sudah pindah ke Pulau Moa.
"Padahal sejauh ini belum ada pengalihan roda pemerintahan, namun hanya baru sebatas melakukan persiapan, sehingga mengakibatkan timbulnya emosional sekelompok warga untuk melakukan 'sasi' dermaga saat kapal feri sedang merapat," katanya.
DPRD Maluku sangat menyesalkan tindakan sepihak yang dilakukan warga itu terhadap aset negara, sehingga komisi mengambil sikap untuk turun ke lapangan guna melihat perkembangan terakhir dan berupaya memediasi persoalan tersebut.
Dermaga feri di Kisar dibangun pemerintah menggunakan sumber dana APBN tahun anggaran 2009 dan mulai berfungsi sejak tahun 2011.
"Yang jelas kapal feri tidak bisa merapat ke dermaga karena warga mengancam akan melakukan pembakaran," katanya.