Ambon, 20/4 (Antara Maluku) - Kasie Pidsus Kejaksaan Negeri Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Deny Syahputra, mengancam akan menjemput paksa Kadis Dikbud MTB, Holmes Matruty, karena tidak memenuhi panggilan jaksa hingga dua kali.
"Kali ini merupakan panggilan kedua, Holmes kan minta izin tujuh hari dan disetujui, lalu ditunggu di Kejati Maluku untuk tahap dua, apabila sampai pukul 16.00 WIT tidak memenuhi panggilan jaksa akan dilakukan panggilan ketiga dengan upaya paksa," katanya di Ambon, Selasa.
Pihaknya sementara berkoordinasi dengan pimpinan di Kejati Maluku dan kalau jam kantor selesai baru akan dilihat apakah Holmes kooperatif atau tidak.
"Koperatif atau tidak, yang jelas Holmes harus tetap disidangkan dan mengenai masalah pembuktian bagaimana, biar pengadilan yang mempertimbangkan," ujarnya.
Sejak tanggal 11 April 2016, pihaknya sudah menetapkan status P21 dalam perkara pembangunan gedung pendidikan dengan tersangka Elias Lamerbulu dan Drs. Holmes Matruti selaku kadis dalam kasus pembangunan gedung pertemuan tahun anggaran 2015 itu.
Setelah itu, dari P21 dan ditetapkan ke tahap dua tetapi yang muncul memenuhi panggilan jaksa hanyalah Elias dan diproses hingga ditahan selama satu minggu di Rutan Saumlaki sambil menunggu Holmes, tetapi yang bersangkutan mangkir dari panggilan jaksa dengan alasan sakit.
"Tidak masalah karena kita hormati dia, sehingga begitu sudah satu minggu Elias kita bawa ke Rutan Waiheru Ambon untuk mengikuti sidang perdana tanggal 25 April 2016," jelas Deny.
Dia menambahkan, perkara ini P21 dengan mengesampingkan perhitungan BPK RI Perwakilan Maluku yang terlalu lama karena masih banyak data-data yang diminta lembaga auditor tersebut.
Tetapi saat ini sudah ada perhitungan kerugian keuangan negara dari jaksa dan nantinya diuji di Pengadilan Tipikor.
Proyek fisik yang rampung di lapangan hanya 70 persen dikerjakan secara swakelola tanpa melalui proses tender dengan melibatkan pihak ketiga.
"Harusnya tanggal 25 Desember 2015 sudah rampung dikerjakan tetapi sampai 25 Mei 2016 belum selesai dibangun, dan tidak ada adendum," ujar Deny.
Kalau anggaran proyek mencapai Rp800 juta lebih seharusnya dilelangkan, tetapi tanpa alasan yuridis, Holmes menariknya untuk digarap secara swakelalola.
"Bila memang swakelola, harus dikurangi 15 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan karena tidak ada pihak ketiga, tetapi yang bersangkutan tidak melakukannya," katanya.
Meski pun begitu ada kerugian keuangan negara sebesar Rp300 juta lebih karena proyeknya tidak selesai.