Ambon, 23/7 (Antara Maluku) - Aktivis perempuan dan anak di Kota Ambon Baihadjar Tualeka mengatakan kampanye isu pekerja anak harus dilakukan secara masif oleh semua pihak, termasuk berbagai lembaga dan instansi pemerintah terkait.
"Semua pihak harusnya melakukan kampanye ini secara bersama-sama agar ada upaya pencegahan, sehingga anak-anak tidak dieksploitasi untuk kepentingan orang dewasa," katanya, di Ambon, Minggu.
Baihadjar yang juga Direktur Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Ambon mengatakan, persoalan anak harus dilihat secara komprehensif dan tidak kasuistik.
Ia menilai pemerintah daerah setempat tidak begitu sensitif terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan pekerjaan anak dikarenakan kurang data pekerja anak, terutama di sektor ekonomi, seperti industri, pelayanan jasa, industri rumah tangga dan lainnya.
Menurutnya, instansi terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Dinas Tenaga Kerja sudah harus mulai meresponnya.
"Jangan menunggu ada kasus dulu baru dibahas, tapi bagaimana upaya-upaya pencegahan dilakukan. Pemerintah sudah harus mulai perhatian, buatlah kebijakan-kebijakan lokal semacam peraturan daerah," katanya lagi.
Bicara mengenai isu pekerja anak, kata dia lagi, adalah tentang tenaga anak yang dieksploitasi secara berlebihan oleh orang dewasa, tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi, tapi juga pekerjaan domestik, yakni pekerjaan rumah tangga yang dibebankan kepada anak.
Ia menyatakan, hal seperti itu rentan terjadi kepada anak-anak karena alasan ekonomi harus tinggal terpisah dengan orang tua kandungnya.
Menurutnya, anak-anak yang tinggal dengan orang tua asuh seringkali mendapat perlakuan kasar, juga harus mengerjakan banyak pekerjaan rumah tangga dan kehilangan waktu untuk bermain, belajar dan berinteraksi dengan sebayanya.
"Pemerintah juga harus serius menindaklanjuti apabila ada kasus orang tua asuh yang mengeksploitasi tenaga anak-anak yang ditampung di rumah mereka," ujarnya lagi.
Kasus-kasus pekerja anak, menurut Baihadjar, kurang terekspose karena kebanyakan korban hanya melaporkan kasus kekerasan fisik maupun seksual yang dialaminya.
Ia mencontohkan, empat kasus kekerasan seksual dan fisik anak berusia 10-15 tahun yang terjadi di Kota Ambon dan Kabupaten Seram Bagian Barat pada tahun ini.
"Tiga korban terkena kasus perkosaan, satunya kekerasan fisik. Setelah kami telusuri, ternyata bukan hanya masalah itu saja, tapi juga adanya eksploitasi tenaga korban," katanya pula.