Ambon (ANTARA) - Penasihat hukum Julian Apriano Marcus, terdakwa kasus pembunuhan terhadap Sandy Alfons menyatakan tujuh orang saksi yang dihadirkan dalam persidangan mengaku tidak melihat kliennya menikam korban hingga akhirnya meninggal dunia.
"Dari fakta persidangan memang benar pada Minggu, (27/1) 2019 terjadi tindak pidana kekerasan atau penganiayaan terhadap seorang anak yakni Sandi Alfons hingga meninggal dunia," kata penasehat hukum terdakwa, Hendrik Lusikoy di Ambon, Jumat.
Namun untuk menentukan siapa pelaku tindak pidana tersebut, haruslah memperhatikan dengan seksama keterangan saksi-saksi yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan sebagaimana ketentuan pasal 185 ayat (1) KUHAP.
Penjelasan Hendrik disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majeis hakim PN Ambon, RA Didi Ismiatun didampingi Christina Tetelepta dan Amaye Yambeyabdi selaku hakim anggota dengan agenda pembacaan duplik PH atas replik JPU Kejari Ambon, Hendrik Sikteubun.
Pasal 185 KUHAP menyebutkan, keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan dan keterangan ini disampaikan di bawah sumpah serta dicatat panitera pengganti.
Menurut Hendrik, tujuh orang saksi dalam persidangan yang menyatakan tidak melihat terdakwa menikam korban antara lain Yuliana Alfons, Gerits Anthonia Alfons alias Bongkar, Rocky Frans, Novid Maloky, Bryan Lewaherila, Mauritzio Sopacoa, dan Adrianus Jeuyanan.
"Kami tidak sependapat dengan penuntut umum yang menyatakan terdakwa telah terbukti bersalah berdasarkan BAP di penyidikan dengan mengabaikan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan ini," ujar Hendrik.
Dalam pleidoinya penasehat hukum juga mengatakan justru keterangan antara satu saksi dengan saksi lainnya sangat bertentangan karena ada yang mengatakan tidak melihat korban ditusuk oleh terdakwa namun Sandi Alfons tewas karena ditusuk.
"Misalnya saksi Mauritzio Sopacoa dalam BAP mengaku tidak melihat terdakwa menikam korban tetapi dalam keterangan lain mengaku korban meninggal dunia akibat ditikam," tandasnya.
JPU juga tidak menghadirkan pisau yang diduga sebagai barang bukti dalam persidangan, dimana pisau itu harus diperiksa melalui uji forensik untuk melihat sidik jari pelaku dan DNA korban melalui darahnya yang ada di pisau tersebut.
Selain itu, katanya, ada saksi lain atas nama Adrianus Yeubun yang tidak diperiksa polisi sebagai saksi dalam perkara ini, padahal dia melihat jarak dan posisi korban dengan terdakwa.
JPU Kejari Ambon menjerat terdakwa Julian Apriano Marcus melanggar pasal 80 ayat (3) UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan divonis 11 tahun penjara.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pembacaan putusan.
Tujuh saksi tidak lihat terdakwa tikam korban
Jumat, 19 Juli 2019 21:19 WIB