Ambon (ANTARA) - Komisi II DPRD Maluku meminta pihak Polisi Air (Polair) Polda setempat menindak tegas setiap kapal andong yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kepulauan Tanimbar tanpa mengantongi izin resmi untuk mencari telur-telur ikan terbang.
"Banyak nelayan andong yang datang dengan kapal untuk mencari telur ikan terbang dan sudah lama meresahkan para nelayan lokal," kata ketua komisi II DPRD Maluku, Santy Tethol di Ambon, Kamis.
Menurut dia, kapal-kapal andong ini dinilai tidak membawa kontribusi bagi daerah dan justru merugikan.Kalau pun ada kontribusi, maka nilainya relatif kecil sehingga perlu dilakukan penertiban oleh aparat kepolisian.
"Para nelayan lokal di Kepulauan Tanimbar sudah lama mengeluhkan keberadaan kapal andong karena areal tangkapan mereka telah dikuasai nelayan andong dari luar daerah," tandasnya.
Penanganan para nelayan andong ini harus dilakukan secara lintas sektoral antara dinas terkait yang menerbitkan izin resmi maupun melibatkan aparat kepolisian, khususnya Polair agar tidak terkesan ada unsur pembiaran terhadap kapal-kapal andong di wilayah perairan Kepulauan Tanimbar.
"Gubernur Maluku, Murad Ismail juga sangat setuju kalau izin kapal andong dicabut dan para nelayannya ditertibkan atau menyuruh mereka meninggalkan lokasi pencarian telur ikan," tandas Santhy.
Sejak 2012, aktivitas pencarian telur ikan terbang di perairan Kepulauan Tanimbar oleh nelayan andong asal luar daerah sudah berjalan.
Kemudian Komisi II DPRD Provinsi Maluku menggelar rapat dengar pendapat dengan Dinas Perikanan Provinsi setempat serta sejumah mahasiswa dan pelajaar asal Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada 2020 untuk membahas keluhan nelayan Tanaimbar atas kehadiran kapal-kapal andong.
Kadis Kelautan dan Perikanan Maluku, Abdul Haris saat itu menjelaskan, berdasarkan informasi yang didapat dari lapangan ternyata ada ratusan kapal andong yang beroperasi namun tidak seluruhnya mengantongi izin resmi.
"Kalau yang berizin itu dikeluarkan oleh Pemprov Maluku melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) untuk kapal berukuran 10 sampai 30 GT," katanya.
Kemudian untuk setiap kapal yang ukurannya di bawah 10 GT itu tidak wajib izin, tetapi mereka harus mencatatkan diri terkait keberadaan kapal pada Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan.
"Data yang kami dapatkan dari DPM PTSP untuk tiga tahun terakhir ini ada 89 izin yang dikeluarkan untuk kapal berukuran 10 sampai 30 GT, dan 27 izin diantaranya untuk kapal yang alat tangkapnya khusus untuk perangkap telur ikan," ujar Abdul.
Sedangkan untuk kapal yang berukuran di bawah 10 GT sebanyak 377 kapal untuk tiga tahun terakhir, dan sebagian besar adalah kapal milik para nelayan lokal.