Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bukan sebuah lembaga stempel dan sebaiknya tidak dijadikan hanya sebagai alat untuk melegalitas berbagai kebijakan eksekutif."Dalam banyak hal, DPRD tidak memiliki nilai tawar karena pimpinan dewannya kurang mengambil peran sebagai lembaga legislatif daerah," kata Anggota DPRD Maluku dari Fraksi Demokrat, Melky Frans di Ambon, Jumat.Ia mengungkapkan, banyak kebijakan legislatif yang diambil tanpa koordinasi dengan DPRD sejak awal ditetapkannya sebuah program, dan belakangan baru dilakukan pendekatan untuk mendapatkan persetujuan dewan.Misalnya upaya memperjuangkan Maluku sebagai sebuah Provinsi Kepulauan sampai saat ini tidak melibatkan legislatif sebagai sebuah kelembagaan, padahal prosesnya sedang digodok pemerintah dan DPRD di tingkat pusat."Jangan karena ada satu atau dua orang pimpinan dewan lalu dianggap itu mewakili institusi kelembagaan, dan minimal proses ini harus mendapat dukungan legilatif yang menetapkannya lewat sebuah Peraturan Daerah (Perda)," kata Melky yang juga ketua komisi B DPRD Maluku.Contoh lain, katanya, penandatangan nota kesepahaman (MoU) antara Peprov Maluku dan Pemprov Henan, RRC juga tidak melalui mekanisme dewan, padahal sudah diatur bahwa segala bentuk perjanjian kerja sama inernasional di daerah harus lewat persetujuan DPRD.Menurut Melky, selama ini DPRD kurang dilibatkan untuk membahas kebijakan yang akan diambil eksekutif."Nanti pada saat sudah di puncaknya, baru lembaga ini diundang untuk diberitahukan guna melakukan pembahasan dan ujung-ujungnya memberikan persetujuan," katanya.Ia juga menyatakan, bila lembaga legislatif tidak memberikan peretujuan pada rencana kebijakan pemerintah, maka akan terjadi ketidakharmonisan hubungan eksekutif dengan legislatif."Karena itu, saya ingin mengingatkan Pemprov bahwa berbagai kebijakan stretegis untuk kepentingan daerah ini secara hukum harus melibatkan DPRD sejak awal," katanya.
DPRD Bukan Tukang Stempel
Sabtu, 19 Juni 2010 10:20 WIB
