Ambon (ANTARA) - Yayasan Jala Ina melakukan kampanye digital dengan mengajak perempuan Maluku untuk melawan krisis iklim, dalam rangka merayakan hari perempuan sedunia pada 8 Maret 2023.
Direktur Eksekutif Jala Ina, M Yusuf Sangadji mengatakan, Hari Perempuan Sedunia harusnya jadi momentum untuk menyuarakan kesetaraan dan keadilan iklim bagi perempuan.
“Perempuan adalah kelompok paling terdampak atas terjadinya perubahan iklim. Perempuan masih kerap jadi golongan marjinal yang secara sosial politik kerap dikesampingkan suaranya,” kata Yusuf di Ambon, Kamis.
Menurut dia, krisis iklim kerap merenggut ruang hidup perempuan yang notabene memegang peran penting dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.
“Rusaknya alam kerap membuat perempuan kesulitan karena menggantungkan hidup dan mata pencaharian pada sumber daya alam,” katanya.
Ia melanjutkan, misalkan kelompok ibu-ibu yang menggantungkan penghidupan pada ikan hasil tangkapan. Sementara krisis iklim membuat suhu laut terus naik dan penangkapan ikan yang tak bertanggung jawab berdampak pada populasi ikan yang terus menurun.
“Tidak hanya di Maluku, tapi ini menimpa seluruh perempuan di berbagai belahan bumi. Perempuan di luar sana banyak yang berjuang menjaga tanah mereka dari cengkeraman tambang serta krisis iklim di kawasan pesisir, seperti perempuan di pulau kodingareng Sulawesi Selatan yang berjuang untuk hal yang sama, kita harus mulai memikirkan solusi nyata, terutama Pemerintah,” tegas Yusuf.
Hal ini mengapa, tambah Yusuf, perempuan harus bersuara lantang. Perempuan harus mengambil tempat di garda terdepan untuk melawan krisis iklim serta mendesak pemerintah bergerak dan melakukan aksi nyata untuk mencegah krisis iklim khususnya.