Jakarta (ANTARA) - Pemimpin Gerakan World Clean-Up Indonesia Andy Bahari mengatakan puntung rokok berpotensi meracuni lingkungan karena masuk kategori sampah yang paling banyak mengotori planet bumi.
"Perilaku masyarakat yang masih menganggap puntung rokok sebagai sampah kecil ataupun tidak teredukasi bahwa puntung terbuat dari plastik menjadikan puntung rokok begitu mudahnya dibuang sembarangan," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Minggu.
Andy mengutip hasil riset dari Danielle Green, Dosen Ekologi di Anglia Ruskin University, Cambridge, Inggris, yang mengungkap setidaknya dua pertiga dari total 5,6 triliun rokok yang dikonsumsi, yaitu 4,5 triliun puntung rokok dibuang sembarangan setiap tahun.
Menurutnya, puntung rokok yang dibuang sembarang itu menjadi masalah bersama karena rokok tidak hanya meracuni paru-paru tetapi juga lingkungan.
Pada 28 Mei 2023, World Cleanup Day (WCD) Indonesia bersama Lentera Anak menggelar kampanye bertajuk Plogging Cigarette Butt yang dilakukan pada kawasan bebas kendaraan di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.
Total sampah yang dipungut dari kegiatan sosial memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia itu mencapai 21,72 kilogram dan puntung rokok sebanyak empat kilogram.
Data The Ocean Conservancy yang setiap tahun mensponsori International Coastal Cleanup (ICC) kegiatan bersih-bersih badan air di seluruh dunia menunjukkan dalam 25 tahun terakhir relawan ICC mengumpulkan sekitar 53 juta puntung rokok. Bahkan, sebanyak 33,760 batang rokok ditemukan di perairan Indonesia pada acara The Beach & Beyond 2019.
Indonesia menjadi negara nomor dua penyumbang sampah di laut setelah China, ditemukan 187,2 juta ton sampah di laut Indonesia, dan sampah puntung rokok menjadi sampah terbanyak yang ditemukan.
"Kami berharap dapat menggugah kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok dan puntung rokok bagi kesehatan dan lingkungan," kata Andy.
Sampah puntung rokok tergolong limbah berbahaya dan beracun karena mengandung ribuan zat kimia berbahaya yang dapat mencemari dan membahayakan lingkungan.
Sebuah penelitian dari Spanyol pada tahun 2021 melaporkan, setidaknya dalam satu puntung rokok memiliki 15.600 helai fiber.
Ketika puntung rokok terlepas ke lingkungan terutama di perairan, maka dapat menghasilkan mikroplastik yang terlepas sebanyak 100 partikel per hari. Jumlah mikroplastik itu sama banyaknya dengan limbah cucian baju.
Filter puntung rokok adalah sejenis kapas plastik bernama Selulosa Asetat yang memerlukan waktu agar bisa terurai oleh lingkungan. Selulosa Asetat adalah modifikasi dari senyawa kimia bernama Selulosa.
Butuh waktu sekitar satu sampai lima tahun bagi puntung rokok yang terbuat dari selulosa asetat untuk bisa terurai, bahkan bisa mencapai 10 tahun jika sudah terkena air laut.
Project Officer Lentera Anak Rama Tantra menegaskan persoalan sampah puntung rokok bukan hanya hanya masalah lingkungan, tapi juga terkait persoalan kesehatan dan kemiskinan.
“Ada hubungan erat antara banyaknya limbah puntung rokok di Indonesia dengan konsumsi rokok yang tinggi," kata Rama.
Dia mengutip hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang mengungkapkan bahwa perokok Indonesia terbesar ketiga di dunia setelah India dan China, serta perokok laki-laki di Indonesia adalah yang terbanyak di dunia.
Terdapat dua pendekatan yang bisa dipakai untuk menanggulangi persoalan puntung rokok, yaitu membuang sampah puntung rokok secara terpisah dengan sampah lainnya dan mencegah munculnya puntung rokok dengan mengurangi atau tidak mengonsumsi rokok.
Rama menegaskan bila tidak ada kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif maka sampah puntung rokok akan terus menumpuk dan jumlah perokok semakin tinggi.
"Karena itu Indonesia membutuhkan regulasi yang kuat untuk mencegah perokok-perokok baru, yaitu anak dan remaja, dengan memberlakukan larangan total iklan, promosi dan sponsor rokok, dan menaikkan harga rokok agar rokok tidak terjangkau anak," pungkasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Puntung rokok berpotensi meracuni lingkungan