Ambon (ANTARA) - Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Wahyudi Kareba mengatakan ada tiga perkara dugaan tindak pidana umum (Tipidum) yang terselesaikan melalui proses keadilan restoratif atau Restorasi Justice dengan mendapatkan persetujuan Kejaksaan Agung RI.
"Dua dari tiga perkara tipidum ini berada di Kejaksaan Negeri Tual dan satu perkara lainnya di wilayah hukum Cabang Kejari Ambon di Saparua," kata Wahyudi di Ambon, Selasa.
Menurut dia, Kejari Tual Sigit Waseso mengajukan permohonan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif dalam perkara penganiayaan Pasal 351 ayat (1) KUHP atas nama terdakwa Marius Rahayaan.
Pelakunya adalah Marius Rahayaan yang menganiaya Jefry Linansera selaku korban dengan sebilah pisau pada 18 Januari 2023 karena mendapati korban yang juga iparnya sendiri berselingkuh dengan wanita lain.
Satu perkara lainnya adalah dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur atau penganiayaan Pasal 76c jo Pasal 80 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 ayat (1) KUHP atas nama tersangka Amandus Tharon alias Dus.
"Keadilan restorasi ini dilakukan melalui sarana Video Conference bersama DIR Oharda pada Jampidum Kejagung RI dan Kajati Maluku bersama Wakajati, Aspidum, serta para Kasi di Bidang Pidum Kejati Maluku," ucapnya.
"Kedua perkara yang diajukan oleh Kejari Tual tersebut telah memenuhi ketentuan persyaratan restorative justice sehingga dapat diterima dan dilaksanakan," jelas Wahyudi.
Selanjutnya Kacabjari Ambon di Saparua, Ardy Danari dalam upaya penyelesaian perkara yang sedang ditanganinya telah mengajukan permohonan keadilan restoratif dalam perkara penganiayaan Pasal 351 ayat (1) KUHP atas nama terdakwa Buce Hutubessy.
Penyelesaian perkara ini dilakukan melalui sarana video conference bersama DIR Oharda pada JAM Pidum Kejagung RI di Jakarta dan Kajati Maluku bersama jajarannya.
Tersangka dalam perkaranya diajukan keadilan restoratif dengan alasan yang bersangkutan baru pertama kali melakukan tindak pidana, terancam hukuman di bawah lima tahun, dan antara tersangka dengan korban telah bersepakat untuk berdamai.
"Tersangka juga merupakan tulang punggung keluarga, memiliki anak - anak yang masih kecil serta istrinya dalam keadaan hamil tua," tandas Wahyudi.
Sebelumnya Jaksa Agung mengeluarkan Peraturan nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Kepolisan juga telah mengeluarkan Perpol Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dalam Pasal 1 huruf 3 Perpol nomor 8 tahun 2021 dijelaskan keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan yang adil.
Penyelesaian yang adil tersebut diwujudkan melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
Batasan perkara yang bisa diselesaikan melalui keadilan restoratif adalah perkara yang tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak bersifat radikalisme dan separatisme, bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, dan bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana terhadap nyawa orang.