Ambon (Antara Maluku) - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon menggelar unjuk rasa memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, menuntut transparansi dari Kejaksaan Tinggi Maluku dalam menanngani kasus korupsi di daerah itu.
Unjuk rasa yang sekaligus merayakan 14 tahun reformasi itu diwarnai refleksi penanganan kasus-kasus korupsi di Maluku yang tidak menyentuh para petinggi atau pemegang kekuasaan yang terindikasi melakukan tindakan merugikan keuangan negara di daerah itu.
"Banyak cara ditempuh untuk melindungi kasus korupsi pejabat di Maluku, termasuk mendisain konflik yang sistemik untuk mengelabuhi proses hukum. Akhirnya masyarakat yang jadi korban konflik," kata Mahmud Latif dan Eivandro Wattimury, masing-masing sebagai Ketua Umum HMI dan GMKI Cabang Ambon, saat berunjuk rasa di Kantor Kejati Maluku di Ambon, Senin.
Mereka meminta agar penanganan kasus korupsi tidak dilakukan secara tebang pilih, mengingat Maluku berada pada posisi keempat daerah terkorup di Indonesia.
Demo yang berlangsung satu jam itu tidak berhasil membuat Kajati, Efendy Harahap keluar menemui pendemo.
Bahkan ketika pemdemo mengancam akan menurunkan bendera menjadi setengah tiang sebagai lambang keprihatinan atas penanganan kasus korupsi, Efendy Harahap juga tak tampak keluar.
Seorang pendemo kemudian berteriak di depan tiang bendera bahwa Kajati Maluku tidak mampu mempertanggungjawabkan penanganan kasus korupsi di daerah itu di hadapan mahasiswa yang merupakan representasi masyarakat.
Usai berorasi, massa pendemo meninggalkan Kantor Kejati Maluku menuju Kantor Gubenur melanjutkan aksi tuntutannya.
Di depan Kantor Gubenur massa pendemo diterima Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Im Uluputty.
Kepada Im Uluputty pendemo menyampaikan pernyataan mendukung suksesnya pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) nasional ke XXIV yang akan berlangsung di Ambon Juni mendatang.
Mereka menyatakan, GMKI dan HMI siap "pasang badan" jika terjadi konflik yang dapat mengancam pelaksanaan MTQ di Kota Ambon.
Sementara Pangdam XIV Pattimura, Mayjen TNI Suharsono dan Kapolda Maluku, Brigjen Polisi Syarief Gunawan juga diminta memainkan peran intelejen secara maksimal untuk mengusut tuntas provokator yang sengaja mengganggu pelaksanaan MTQ maupun instabilitas di Provinsi Maluku, khususnya di Kota Ambon.
Selain itu, terkait posisi Maluku sebagai daerah termiskin ketiga secara nasional, para pemdemo menuntut keadilan pembangunan dari pemerintah daerah setempat.
Menurut mereka, pemrov harus lebih fokus terhadap program-program pemberdayaan masyarakat pesisir dan ekonomi kecil dan menengah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Mereka mendesak Pemprov Maluku memperjuangkan lumbung ikan nasional yang sudah dijanjikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dua tahun lalu.
Pemprov Malukuj juga diminta mendesak Presiden agar mempercepat dan memperjelas pembagian hasil hak kepesertaan atau partisipating interest (PI) Blok Masela sebesar 10 persen untuk Maluku.
Semua tuntutan pendemo kemudian dijawab oleh Im Uluputty, di antarnya bahwa Pemprov Malukuj tidak berkompromi terhadap para koruptor di daerah itu. Segala indikasi korupsi yang melibatkan pejabat diberikan keleluasaan kepada lembaga hukum untuk mengusutnya.
Sementara soal lumbung ikan nansional, dijelaskan bahwa saat ini upaya yang dilakukan pemrov bekerjasama dengan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon dan enam provinsi kepulauan lainnya sudah pada tataran menyiapkan naskah undang-undang di DPR RI.
"Naskah undang-undangnya sudah ada di DPR. Kita harus mengupayakan ada UU kelautan dulu baru bisa menyusun segala hal yang akan diterapkan dalam kaitan sebagai lumbung ikan nasional," kata Im Uluputty.