Jakarta (ANTARA) - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengimbau pemerintah untuk menjaga kebijakan fiskal agar kinerja konsumsi rumah tangga dapat terjaga kuat.
Dengan begitu, Indonesia bisa mempertahankan resiliensi ekonomi di tengah melambatnya perekonomian sejumlah negara mitra, seperti China, Jepang, hingga negara-negara Uni Eropa.
“Karena yang akan menjadi kekuatan Indonesia saat ini, di tengah bonus demografi adalah konsumsi rumah tangga yang besar. Jadi, konsumsi harus dijaga, terutama untuk kelas menengah, dengan kebijakan fiskal yang akomodatif,” kata Bhima kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Dalam hal itu, pemerintah disarankan untuk tidak membuat kebijakan kenaikan pajak yang cukup tinggi dan menyasar kelas menengah dari segi tarif.
Kemudian, kebijakan subsidi dan bantuan sosial (bansos) perlu terus digenjot sebagai shock absorber atau penahan guncangan ekonomi eksternal.
“Itu penting untuk dijaga,” ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan terus digunakan sebagai shock absorber untuk melindungi masyarakat, baik dari risiko perlambatan ekonomi global maupun situasi ekonomi domestik.
Bansos merupakan salah satu intervensi APBN dalam upaya menjaga daya beli masyarakat di tengah volatilitas harga pangan bergejolak, di mana anggarannya termasuk dalam program perlindungan sosial (perlinsos) bersamaan dengan kebijakan subsidi. Untuk 2024, anggaran perlinsos ditetapkan senilai Rp493,5 triliun.
Sri Mulyani mengatakan intervensi APBN dalam mengendalikan harga pangan bergejolak tidak hanya melalui program bansos. Intervensi juga dilakukan melalui anggaran ketahanan pangan, yang tercatat sebesar Rp104,2 triliun pada tahun lalu dan Rp114,3 triliun pada tahun ini.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom imbau pemerintah jaga kebijakan fiskal agar konsumsi tetap kuat