Ternate (ANTARA) - Manajemen Malut United terus menjunjung kearifan lokal di Kota Ternate, sebagai pusat peradaban Islam di Maluku Utara, memiliki ciri khas yang membedakan dari kota lain di Indonesia, termasuk dalam urusan sepak bola.
"Tidak hanya soal teknik permainan, Malut United, klub kebanggaan masyarakat Ternate, juga mempertimbangkan aspek budaya dan tradisi dalam perjalanan mereka di kompetisi BRI Liga 1 musim 2024/2025," kata Pelatih Malut United, Imran Nahumarury di Ternate, Senin
Dia menyebut, cara-cara menghargai kearifan lokal salah satu langkah menarik yang diambil Malut United adalah mengganti jersey kandang mereka.
Biasanya identik dengan warna merah, klub yang berjuluk Laskar Kie Raha ini kini memilih warna putih sebagai jersey kandang. Keputusan ini lahir dari masukan pihak Kesultanan Ternate setelah manajemen klub bertamu ke Kedaton pada 23 Januari 2024.
"Kami memang datang bertamu ke Sultan, dan saya pikir ini bagian dari apa yang sudah kami rencanakan. Kini jersey putih resmi dipakai, " ujar Imran Nahumarury.
Kepercayaan bahwa warna putih membawa keberuntungan seolah terbukti. Dalam debut jersey baru itu, Malut United berhasil menundukkan Persik Kediri 2-1 lewat dua gol Yakob Sayuri. Selain kemenangan, langkah ini juga mencerminkan harmoni antara sepak bola dan tradisi.
Tidak hanya soal seragam, manajemen Malut United juga mengajukan perubahan jadwal pertandingan kandang mereka di Stadion Gelora Kie Raha.
Hal ini dilakukan untuk menghindari bentrokan waktu kick-off dengan waktu salat Magrib, sesuai dengan rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Ternate dan Kesultanan Ternate.
Sementara itu, Perwakilan Manajemen Malut United, Asghar Saleh menyatakan, pihaknya menghormati kearifan lokal dan masukan dari berbagai pihak. Kick-off pukul 17.30 WIT diusulkan mundur agar memberi ruang bagi pemain dan penonton melaksanakan salat Magrib.
Langkah Malut United menjadi bukti bahwa sepak bola tidak hanya soal menang dan kalah, tetapi juga bagaimana olahraga ini bisa menjadi cerminan identitas dan kearifan lokal. Ketika sepak bola menyatu dengan budaya, ia menjadi lebih dari sekadar hiburan—ia menjadi simbol kebanggaan dan persatuan.
"Bagi masyarakat Maluku Utara, Malut United bukan sekadar klub sepak bola. Ia adalah representasi dari semangat, tradisi, dan kearifan lokal yang terus hidup di tengah gemuruh sorakan stadion. Laskar Kie Raha telah membuktikan bahwa di Ternate, sepak bola adalah harmoni antara kompetisi dan tradisi," ujarnya.