Ambon (Antara Maluku) - Penataan konstruksi bangunan gereja-gereja di Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah masih mempertahankan kondisi strata sosial, di mana posisi tempat duduk antara raja dan pemerintah desa dipisahkan dengan rakyat jelata.
"Keadaan gereja-gereja yang dibangun pada masa kolonial di wilayah Nusalaut hingga sekarang masih tetap mempertahankan kekhasan pada struktur bangunan, baik itu konstruksi maupun penataannya, ini sudah tidak didapati lagi pasca era kolonial di wilayah Maluku," kata Andrew Huwae, Ahli Kolonial dari Balai Arkeologi Ambon, di Ambon, Sabtu.
Dia menjelaskan, dalam penelitian yang dilakukan pada pertengahan 2014 dapat diketahui proses budaya tetap dipertahankan dalam aspek kehidupan masyarakat Nusalaut, di mana pembagian strata sosial tergambar dalam penataan konstruksi bangunan gereja.
Hal ini, menurut Andrew, tampak terlihat pada pemisahan tempat duduk antara raja dan staf pemerintahan desa dengan masyarakat biasa. Kursi untuk raja diberi simbol hiasan mahkota sebagai tanda keagungan dan kebesaran, dan posisi tempatnya lebih tinggi dibandingkan dengan kursi untuk golongan masyarakat biasa.
"Inilah yang menjadi keunikan tersendiri dari keadaan suatu bangunan gereja di Maluku dibandingkan dengan gereja-gereja lainnya yang tersebar di Indonesia," katanya.
Dikatakannya lagi, sedikitnya ada enam gereja yang tersebar di tujuh desa di Kecamatan Nusalaut, yakni Gereja Beth Eden (1817) di Desa Ameth, Gereja Bethesda (1900) di Desa Akoon, Gereja Irene (1895) di Desa Abubu, Gereja Eben Haezer (1826) di Desa Titawaai, Gereja Sion (1820) di Desa Nalahia, dan Gereja Eben Haezer (1715) yang melayani jemaat Desa Sila dan Leinitu.
Sama halnya dengan gereja lainnya yang dibangun pada masa kolonial, bangunan peribadatan umat Kristiani di Nusalaut masih memiliki ciri khas basilica, di mana kerangka plafon yang terbuka keatas berbentuk kubah di bagian tengah ruangan, selain itu juga terdapat jendela-jendela besar yang dalam bahasa lokal disebut jendela kebaya.
"Hasil Penelitian arkeologi kolonial di kecamatan Nusalaut sangat menarik, khususnya tentang keadaan gereja-gereja masa kolonial di wilayah itu, kini sudah tidak didapati lagi pasca era kolonial di wilayah Maluku, khususnya di Kota Ambon dan beberapa daerah lainnya di Maluku," katanya.
Selain konstruksi ruangan, kata dia, eksterior bangunan gereja di Nusalaut masih mempertahankan sifat tradisional dari bangunan tua peninggalan masa kolonial, terutama di Gereja Beth Eden, konstruksi langkang di terasnya dibuat dari kayu yang membentuk pagar dengan pola hias yang disusun secara vertikal pada dua batangan kayu yang dipasang horisontal.
Hal lainnya yang menarik dari konstruksi bagian luar bangunan gereja di Nusa Laut adalah terdapatnya dowala atau tembok tinggi dan tebal yang mengelilingi gereja, ini menyerupai konstruksi rampart pada bangunan perbentengan, penggunaannya masih bisa dilihat di Gereja Beth Eden dan Gereja Bethesda.
"Konstruksi bagian langkang hanya terdapat di gereja Beth Eden Ameth, sedangkan pada di lima gereja lainnya sudah tidak ada lagi, hilang akibat pengaruh modernisasi atau rehabilitasi gedung gereja karena konstruksi langkang tersebut telah mengalami kerusakan dan digantikan dengan bahan dasar semen," katanya.