Dataran rendah itu dahulunya dipenuhi semak belukar dan setiap musim hujan selalu digenangi air sehingga warga di sekitarnya tidak tertarik memanfaatkannya menjadi permukiman atau lahan pertanian.
Dataran rendah yang terletak di wilayah Wasilei, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara (Malut) itu, kini telah berubah menjadi hamparan lahan sawah yang setiap tahun menghasilkan ribuan ton beras untuk konsumsi warga di sekitarnya, termasuk di wilayah lainnya di Kabupaten Halmahera Timur.
"Dataran rendah itu berubah dari lahan telantar menjadi lahan sawah setelah pemerintah menempatkan transmigran dan program pencetakan sawah baru di wilayah ini," kata Hardi, warga setempat.
Pemprov Malut dan pemerintah kabupaten/kota di daerah ini dalam beberapa tahun terakhir terus berupaya memanfaatkan lahan telantar seperti di Wasilei itu menjadi areal persawahan untuk meningkatkan produksi beras sekaligus mendukung program pencapaian swasembada beras nasional.
Di provinsi berpenduduk satu juta jiwa ini sudah ada 6.000-an areal sawah dengan produksi 30.000 ton beras yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota, di antaranya di Kabupaten Halmahera Timur, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Barat, dan Pulau Morotai.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Malut Musdalifa Ilyas, di provinsi ini tersedia potensi lahan yang cocok untuk pengembangan sawah seluas 25.000 hektare, belum termasuk lahan kering untuk pengembangan padi gogoh yang luasnya juga mencapai puluhan ribu hektare.
Pemprov Malut telah melakukan berbagai program untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi lahan sawah tersebut, di antaranya melalui program pencetakan sawah baru, baik yang dibiayai APBD, APBN, maupun swadaya masyarakat.
Selain itu, Pemprov Malut terus mengupayakan pembangunan jaringan irigasi, yang umumnya menggunakan dana APBN. Misalnya, pada tahun anggaran 2015 dialokasikan sebesar Rp25 miliar melalui Kementerian PU dan Perumahan Rakyat.
Program lain yang dilakukan pemerintah provinsi yang sejak dahulu dikenal sebagai penghasil rempah-rempah ini, menurut Musdalifa Ilyas, adalah memberikan bantuan benih, pupuk, dan pestisida kepada para petani, serta bantuan sarana produksi pertanian, seperti traktor tangan melalui kelompok tani.
Pemprov Malut juga tetap memprogramkan penerimaan transmigran dari luar Malut untuk ditempatkan pada berbagai wilayah di Malut yang memiliki potensi pengembangan sawah sehingga keberadaan mereka dapat mempercepat pemanfaatan potensi lahan sawah itu.
Program penempatan transmigran itu dilakukan dengan cara 50 persen transmigran dari luar Malut dan 50 persen dari warga lokal. Dengan demikian, selain dapat menghindari terjadi kecemburuan sosial, juga dapat mendorong warga setempat untuk terampil dalam usaha pengembangan sawah.
Mandiri Pangan
Menurut Musdalifa Ilyas, jika semua program tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, dalam artian potensi lahan sawah 25.000 hektare bisa dimanfaatkan untuk sawah, kemungkinan besar daerah ini bisa mandiri pangan.
Kalau potensi lahan sawah 25.000 hektare itu telah diubah menjadi areal sawah dapat menghasilkan beras minimal 150.000 ton per tahun dengan asumsi dua kali tanaman dalam setahun dan setiap hektare menghasilkan minimal 3 ton beras.
Dengan produksi beras 150.000 ton per tahun, menurut dia, bisa menutupi kebutuhan konsumsi beras masyarakat Malut yang mencapai sekitar 100.000 ton per tahun serta dapat pula menyumbang untuk kebutuhan beras di daerah lain sekitar 50.000 ton per tahun.
"Kalau konsumsi beras masyarakat bisa ditekan di bawah 100.000 ton per tahun dengan terus menggalakkan konsumsi makanan lokal nonberas, seperti sagu, pisang, dan sinkong, serta bisa melakukan penanaman sampai tiga kali setahun dan produktivitas lahan ditingkatkan minimal 4 ton beras per hektare, kontribusi Malut terhadap stok beras nasional jelas makin besar," katanya.
Oleh karena itu, Pemprov Malut sangat mengharapkan dukungan dari berbagai instansi terkait, termasuk masyarakat luas dalam upaya menyukseskan semua program yang terkait dengan peningkatan produksi beras di daerah ini.
Kalangan legislator di Malut menilai program Pemprov Malut untuk meningkatkan produksi beras di daerah ini sekaligus mendukung pencapaian swasembada beras nasional tersebut sangat baik. Namun, diharapkan ada keseriusan dalam pelaksanaannya.
Masalahnya, menurut legislator Partai Golkar di DPRD Provinsi Malut Edi Langkara, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa Pemprov Malut sering hanya mampu membuat program bagus, tetapi implementasinya di lapangan sering tidak maksimal, bahkan tidak jarang gagal total.
Hal lain yang juga perlu menjadi perhatian Pemprov Malut dalam upaya merealisasikan program tersebut adalah penyediaan tenaga penyuluh pertanian. Sesuai dengan hasil kunjungan legislator di berbagai sentra pengembangan pertanian di Malut, salah satu kesulitan petani adalah tidak adanya penyuluh pertanian.
Pemprov Malut harus merekrut penyuluh pertanian sebanyak-banyaknya dan menempatkannya secara merata di semua sentra pengembangan pertanian di Malut, misalnya dengan menggunakan kewenangan pengangkatan pegawai tidak tetap (PTT). Kalau mengharapkan melalui penerimaan CPNS, memang relatif sangat sulit.
Pemprov Malut harus pula dapat menjamin penyediaan pupuk bersubsidi di tingkat petani, serta harus bisa mamastikan petani dapat menjual gabah atau beras sesuai dengan harga standar. Pasalnya, kalau tidak ada kepastian itu, petani akan enggan menanam padi dan memilih mencari usaha lain yang lebih menjanjikan penghasilan.
"Satu hal lagi yang harus menjadi perhatian Pemprov Malut adalah pembenahan infrastruktur jalan yang menghubungkan sentra pengembangan pertanian dengan daerah pemasaran agar petani tidak kesulitan ketika akan memasarkan produk pertaniannya. Harus diakui bahwa kondisi infrastruktur jalan yang menghubungkan sentra pengembangan pertanian dengan daerah pemasaran di Malut masih sangat terbatas," katanya.
Maluku Utara Wujudkan Swasembada Beras Nasional
Minggu, 29 Maret 2015 14:18 WIB