Ambon, 3/5 (Antara Maluku) - Koalisi `Save Romang Island` mengajukan surat kepada Gubernur Maluku Said Assagaff terkait perjuangan mereka menolak keberadaan PT. Gemala Borneo Utama (GBU) yang melakukan eksplorasi emas di pulau tersebut.
"Kami telah melayangkan surat secara resmi ke Pemprov Maluku agar bisa diberikan waktu untuk melakukan pertemuan dengan gubernur guna membahas masalah GBU dan upaya penyelamatan lingkungan," kata pengurus Koalisi "Save Romang Island", Colin Lepuy di Ambon, Senin.
Save Romang Island juga akan meminta perhatian gubernur terkait persoalan penyelundupan emas oleh pihak GBU dari pulau tersebut dan akhirnya tertangkap di Nusa Tenggara Timur (NTT) pekan lalu.
Selain itu, kata Colin, pihaknya akan membahas masalah penolakan masyarakat adat terhadap keberadaan GBU yang dinilai telah menimbulkan banyak persoalan termasuk pelanggaran hak azasi manusia.
Apalagi masyarakat adat Pulau Roma telah melayangkan surat resmi ke Presiden Jokowi dan tembusannya disampaikan kepada Mahkamah Agung, Kapolri, DPR-RI, hingga gubernu dan pejabat terkait di tingkat provinsi dan kabupaten.
Koalisi Save Romang Island sebelumnya juga telah melakukan aksi unjuk rasa di depan taman Gong Perdamaian mendesak aparat TNI dan Polri mengusut tuntas kasus penyelundupan dua ton emas dari Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang dilakukan pihak PT. Gemala Borneo Utama (GBU).
"Siapa pun yang terlibat dalam kasus penyelundupan emas ini, baik PT. GBU maupun pihak lain harus diusut tuntas dan kami juga mendesak Pemprov Maluku mencabut izin PT. GBU," kata koordinator lapangan Koalisi Save Romang Island, Christian Sea.
Aksi demo yang didukung puluhan mahasiswa dan pelajar dari berbagai organisasi kepemudaan (OKP), LSM, dan ormas yang tergabung dalam koalisi tersebut dilakukan bertepatan dengan pelantikan Baranabas Orno sebagai Bupati MBD periode 2016-2021.
Masyrakat adat Pulau Romang merupakan bagian dari warga Maluku yang mendiami salah satu pulau kecil di bagian terselatan Kabupaten MBD yang kaya akan sumber daya alam seperti madu hutan, pala, dan cengkeh dan sejak dahulu, hubungan masyarakat dengan alamnya telah membentuk sebuah simbisose dan mata rantai ketergantungan secara turun-temurun.
Namun hubungan simbiose itu telah terputus dimana madu hutan terancam punah, alam dan ekologi berada dalam titik kekuatiran akan keberlangsungannya, serta cengkeh dan pala di tengah hutan semakin terkikis habis.
Bahkan ancaman kemanusiaan telah menjadi pemandangan yang biasa oleh tangan-tangan serigala kapitalis yang bertopeng PT. GBU (anak cabang perusahaan Australia) yang merampas dan menguras sumberdaya emas di Pulau Romang dan mengesampingkan eksistensi masyarakat adat.