Ambon, 4/5 (Antara Maluku) - Pemerintah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Maluku dinilai masih lemah dalam mengawasi penyelundupan batu cinnabar yang begitu mudahnya ke luar daerah.
"Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy sudah harus mengetahui maraknya pemberitaan pers terkait penyelundupan batu cinnabar dan aparat keamanan sudah tahu, namun tidak ada tindakan tegas," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku, Abdullah Marasabessy,di Ambon, Kamis.
Kenyataannya, masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok dengan leluasanya bisa membeli atau mengumpulkan batuan tersebut untuk diselundupkan ke luar daerah atau diproses menjadi air raksa.
"Setahu kami belum ada izin usaha pertambangan resmi bagi masyarakat untuk melakukan proses pengolahan dan penyulingan batu cinnabar menjadi air raksa sehingga siapa pun yang melakukan aktivitas mestinya tidak diperbolehkan," tandas Abdullah.
Jadi aktivitas pengelolaan potensi sumber daya alam berupa batu cinnabar ini merupakan sebuah perbuatan yang ilegal dan harus diproses hukum.
Kemudian ada kesan pembiaran sehingga orang-orang yang tidak berkewenangan lalu melakukan aksi pengumpulan dan penimbunan material batuan cinnabar sampai pada tingkat proses penyulingan air raksa sehingga pemerintah harus mengambil sikap yang lebih tegas.
"Kesan pembiaran ini bisa dipahami karena berkembang informasi mantan Bupati Seram Bagian Barat(SBB), Jakobus Puttileihalat juga terlibat bisnis batuan ini," ujar Abdullah.
Catatan Antara, aparat TNI - AD pada akhir 2016 berhasil menggagalkan upaya pengiriman sekitar tiga ton batu cinnabar ke luar daerah, kemudian Polres Ambon telah menetapkan tiga tersangka yang melakukan penyulingan batu cinnabar menjadi air raksa.
Polsek Sirimau juga baru menyita satu ton batu cinnabar yang ditimbun pemilik UD Amin di Kota Ambon, dan Polres Ambon menahan 17 ton bahan dasar pembuat air raksa tersebut.