Ambon, 10/6 (Antara Maluku) - Pembuatan bronjong sebagai talud penahan tanah yang runtuh yang menewaskan seorang warga di RT 004/RW 04 Kelurahan Karangpanjang Ambon diduga tidak menggunakan kawat pabrikasi yang lebih berkualitas.
"Kawat pabrikasi itu anti karatan dan bisa bertahan lebih dari 20 tahun, namun yang dipakai untuk membuat bronjong setinggi 40 meter dan panjang 40 meter ini diduga menggunakan kawat biasa yang sudah karatan dan terputus," kata Ketua RT setempat, John Polnaya di Ambon, Sabtu.
Kawat bronjong yang bukan pabrikasi ini hanya bisa bertahan sekitar lima sampai enam tahun karena berkarat dan akhirnya terputus.
Selaku pensiunan abdi sipil negara di Dinas Pekerjaan Umum Maluku, dia berpendapat kalau penggunaan bronjong sebagai talud penahan tanah harusnya tidak boleh melebihi tiga meter ketinggiannya karena akan terdorong oleh tanah yang aktif.
Menurut dia, bronjong yang longsor pada hari Jumat, (9/6) dan menewaskan Ny. Feno Leiwakabessy diduga karena kawat-kawatnya sudah karatan dan putus sehingga tidak ada yang bisa menahan batu-batu bronjong.
"Jadi sebagian bronjong yang longsor itu akibat karatan dan sudah putus, sementara yang masih ada juga kondisinya sama dan ditumbuhi rerumputan sehingga dikhawatirkan bakalan longsor juga," ujarnya.
Dia mengharapkan pemerintah kota menaruh perhatian besar terhadap kondisi bronjong yang sudah dibuat sekitar enam tahun silam ini.
"Kawat bronjong yang ada sekarang sudah terputus dan dikhawatirkan kalau intensitas hujan terus meningkat dan bertahan lebih dari dua hari bakalan runtuh lagi dan beberapa rumah di bawahnya sangat terancam," ujarnya.
Sehingga dirinya sudah berkoordinasi dengan Ketua RT 16 untuk mengingatkan warganya selau waspada agar saat terjadi hujan harus mengosongkan rumahnya karena semua orang tidak mengharapkan kejadian longsor kemarin terulang.
John Polnaya juga mengaku tidak mengetahui kontraktor yang telah membangun bronjong tersebut antara enam hingga tujuh tahun lalu, sebab awal pekerjaannya tidak ada koordinasi dengan ketua RT.
Dia menambahkan, sejak lima tahun lalu telah mengajukan proposal kepada pemerintah kota melalui musrenbang kecamatan tetapi selalu ditolak.
"Sudah sekitar lima tahun tidak ada perhatian dan sebagai ketua RT yang ikut Musrenbang di tingkat kecamatan, saya pernah merobek berka data yang diajukan untuk perbaikan lingkungan warga karena tidak diperhatikan," katanya.