Ambon, 13/7 (Antara Maluku) - Tim gabungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dan Kejari Saumlaki, kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) menjemput paksa saksi pelapor kasus dugaan gratifikasi di Surabaya (Jatim) atas nama Jefri Tjandra.
"Saksi dijemput paksa karena tidak memenuhi panggilan untuk hadir di persidangan sebanyak empat kali sehingga majelis hakim Tipikor mengeluarkan penetapan menghadirkannya dengan upaya paksa," kata Kasie Pidsus Kejari Saumlaki, Deny Saputra, di Ambon, Kamis.
Jefri awalnya melaporkan Kasat Reskrim Polres MTB, AKP Johanis Titus ke Propam Polda Maluku karena tidak memproses laporan yang diajukan atas penyerobotan tanah miliknya di Larat, kecamatan Tanimbar Utara (MTB) serta pemberian keterangan palsu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Saumlaki.
"Saya bersama Kasie Penuntutan Kejati Maluku, Rolly Manampiring dan Kasie eksekusi, IGD Widhartama bersama - sama ke Surabaya menjemput paksa Jefri setelah majelis hakim Tipikor menetapkan yang bersangkutan untuk dipanggil paksa, karena sudah empat kali tidak hadir dalam persidangan," ujar Deni.
Tim jaksa langsung masuk ke wilayah jalan Kapas Sari, Surabaya mencari yang bersangkutan dan menemukannya di sebuah tempat kos sementara bersama anaknya.
Meski pun ini upaya paksa tetapi status Jefri bukanlah tersangka atau terdakwa, jadi jaksa tidak melakukan penahanan tetapi hanya menghadirkannya di persidangan.
Sebagai konsekuensinya perkara itu langsung disidangkan pada Kamis (13/7) karena sudah tertunda beberapa kali akibat saksi selalu mangkir tanpa alasan jelas.
"Ternyata setelah diselidiki, saksi mengaku takut menghadiri persidangan karena merasa khawatir ada ancaman. Hanya saja tidak dijelaskan ancamannya dari mana," tandas Deni.
Saksi sendiri yang merasa keselamatannya terancam jadi tidak berani datang ke Ambon akibat tidak nyaman dalam mengikuti persidangan.
Makanya keselamatan saksi yang memberikan keterangan dalam ruang sidang menjadi tanggungjawab JPU bersama majelis hakim Tipikor.
Terkait kapasitas saksi selaku pemberi gratifikasi namun tidak dijadikan tersangka, Deni menjelaskan, awalnya kasus ini ditangani Polda Maluku.
"Penyidikannya dari Polda Maluku dan kami pernah melayangkan surat P19 terhadap berkas perkara tersebut karena yang namanya dugaan gratifikasi ini pasti dua arah," ujarnya.
Namun dari P19 ini belum ada tindak lanjut hingga status berkas perkara AKP Johanes Titus dinaikan menjadi P21.
Harus diingat bahwa ada kesepakatan bersama antara Polri, Jaksa, dan KPK, siapa yang pertama kali mengeluarkan sprindik penyidikan terlebih dahulu, maka dia yang bertanggungjawab untuk mengembangkan dan menyelesaikan.
Karena kasus ini ditangani Polda Maluku, maka jaksa menghormatinya dan nanti dilihat hasil persidangannya bagaimana.
Dari keterangan Kapolsek Kormomolin, Kompol Yohanis Lakiar dengan Ipda Rajab Syaputro selaku kanit II sudah lengkap di persidangan, di mana mereka diduga turut terlibat.
"Apabila keterangan saksi Jefri tidak menyangkal dan benar memberikan sejumlah uang, janji, atau sesuatu barang, maka tidak perlu dikonfrontir karena sudah terbukti dalam fakta persidangan," tegas Jefry.
Jadi nanti hasil persidangan diserahkan ke Polda Maluku bahwa fakta persidangan seperti begini. Sekiranya, Polda Maluku tidak bersikap, maka terdakwa bisa membuat laporan balik.