Ambon, 7/11 (Antara Maluku) - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Maluku menyebutkan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2018 sebesar Rp2,222 juta sebenarnya masih jauh dari standar kebutuhan hidup layak (KHL) daerah ini sebesar Rp2,5 juta.
"Sebenarnya banyak pengusaha yang berpikir kalau UMP itu merupakan standar paling tinggi dalam membayar upah buruh, padahal penetapan UMP hanya sebagai standar yang paling minim," kata Ketua KSBSI Maluku Yehezkel Haurissa di Ambon, Selasa.
Menurut dia, banyak pengusaha di daerah ini yang masih membayar karyawan atau buruh mereka jauh di bawah standar UMP.
Dia mencontohkan pengusaha warung kopi, restoran, penginapan, maupun perusahaan besar termasuk perusahaan pers membayar gaji karyawan hanya di kisaran Rp1 juta hingga Rp1,3 juta.
"Para karyawan atau buruh sebenarnya berada dalam posisi yang sangat lemah karena sangat takut dipecat kalau melakukan aksi menuntut kenaikan upah," tandas Yehezkel.
Tetapi di sisi lain, ada peraturan Menteri Tenaga Kerja yang menyatakan penetapan UMP seharusnya sejajar dengan tingkat kebutuhan hidup layak di suatu daerah.
Kota Manado (Sulawesi Utara) memiliki UMP di atas Rp3 juta, padahal tingkat kemahalan dan biaya hidup masyarakat daerah itu tidak jauh berbeda dengan Maluku.
"Seharusnya standar UMP yang ditetapkan sebesar Rp2,222 juta di Maluku ini hanya diberlakukan bagi mereka yang baru masuk kerja atau yang bukan kategori tenaga kerja ahli atau nonskill," katanya.
Kemudian setelah dilakukan penetapan UMP oleh Dewan Pengupahan Daerah, tidak pernah ada surat masuk yang menyatakan keberatan sehingga perusahaan dianggap mampu melaksanakannya.