Ternate, 24/11 (ANTARA News) - Sebagian nelayan di Maluku Utara masih mempraktikkan kearifan lokal, misalnya, penggunaan igi di dasar laut walaupun alat tangkap modern sudah banyak jenisya.
"Saya masih sering menangkap ikan dengan menggunakan igi, karena selain tidak perlu biaya, juga untuk melestarikan kearifan lokal peninggalan leluhur," kata salah seorang nelayan asal Tidore Kepulauan, Ibrahim di Ternate, Sabtu.
Igi yang mirip bubu terbuat dari anyaman bambu berukuran sekitar satu meter persegi dengan sejumlah lubang di sisinya, sehinggaikan bisa masuk, tetapi tidak bisa keluar.
Menurut dia, untuk menangkap ikan, igi diletakkan di dasar laut dengan pemberat batu berkarang pada kedalaman 5-30 meter selama dua hari dua malam.
Igi diletakkan begitu saja didasar laut tanpa tanda khusus, sehingga untuk memastikan posisinya saat akan diambil nanti, nelayan hanya menggunakan tanda-tanda alam di daratan seperti gunung atau bangunan di pantai.
Untuk mengambil igi dari dasar laut, kata Ibrahim, nelayan akan menyelam kalau berada di kedalaman 5-10 meter, tetapi kalau di atas 10 meter harus menggunakan tali panjang yang ujungnya diikatkan di batu pemberat dan pengait.
Untuk mengambil igi menggunakan tali pengait cukup sulit, terutama jika tidak terlihat dari permukaan laut, sehingga membutuhkan keahlian khusus untuk memperkirakan posisi igi dan menyangkutkan tali pengait.
Ia menyebutkan, ikan yang didapatkan dalam satu buah igi biasanya mencapai ratusan ekor, di antaranya ikan dolosi dan ikan ekor kuning, yang jika dijual di pasar bisa menghasilkan uang ratusan ribu rupiah.
Menangkap ikan dengan menggunakan igi selain dapat mencegah kerusakan lingkungan laut, juga akan menumbuhkan kesadaran nelayan untuk menjaga kelestarian terumbu karang, karena igi hanya bisa digunakan menangkap ikan di sekitar karang.
Nelayan Maluku Utara masih praktikkan kearifan lokal
Sabtu, 24 November 2018 14:35 WIB