Jakarta (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen Pusat mendorong seluruh perusahaan media mengukur potensi kekerasan terhadap jurnalis yang dikirim untuk tugas peliputan di Papua, pascaperusakan Kantor LKBN ANTARA oleh pengunjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8).
"AJI berharap perusahaan media bisa mengukur potensi kekerasan terhadap jurnalisme yang dikirim di lapangan," kata Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pusat Sasmito Madrin yang dihubungi di Jakarta, Jumat.
Sasmito mengatakan faktor keselamatan jurnalis tetap penting. Ketika jurnalis diterjunkan ke wilayah kericuhan, maka perusahaan media sudah harus memiliki standar operasional prosedur yang dijalankan manakala terjadi kekerasan terhadap jurnalisnya di lapangan.
"Harus ada SOP yang dimiliki perusahaan. Jadi jurnalisnya tidak diterjunkan begitu saja dan dilepas di lapangan. Ini harus diperhatikan perusahaan media ketika mengirimkan jurnalis ke Papua pada saat ini," kata dia.
Di sisi lain, AJI mengingatkan kepada para jurnalis yang bertugas di Papua senantiasa memegang teguh kode etik jurnalistik, terutama mengenai prinsip-prinsip keberimbangan pemberitaan dan mengedepankan jurnalisme damai.
"Pegang teguh kode etik, kedepankan prinsip keberimbangan, jurnalisme damai, dalam arti kita tetap menulis fakta di lapangan, namun bukan dengan tujuan memprovokasi tapi lebih mengedepankan untuk terciptanya perdamaian di sana," kata dia.
Kantor LKBN ANTARA Biro Provinsi Papua di Jalan Soasu di kawasan Dok V Bawah, Jayapura, dirusak oleh pengunjuk rasa pada Kamis (29/8).
Kantor LKBN ANTARA Biro Provinsi Papua itu merupakan milik Pemerintah Provinsi Papua. Di sebelah kiri Kantor LKBN ANTARA Biro Provinsi Papua terdapat Kantor Komnas HAM.
Selain ANTARA, terjadi perusakan serta kebakaran di sejumlah gedung lain di Jayapura, termasuk Gedung Majelis Rakyat Papua (MRP).