Persoalan rawan pangan masih tetap menjadi masalah terbesar di Indonesia, termasuk di Maluku. Penyebabnya pun beragam, mulai dari gagal panen, musim kemarau panjang, hingga cuaca ekstrim yang melanda beberapa daerah.Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Pusat pada 2009, lima dari 11 kabupaten/kota di Maluku, yakni Seram Bagian Barat (SBB), Buru, Buru Selatan, Kepulauan Aru dan Maluku Barat Daya (MBD) terdaftar dalam Peta Daerah Rawan Pangan Nasional.Namun, menurut Kepala BKP Maluku, Syuryadi Sabirin, yang sering terjadi di Maluku bukanlah rawan pangan, melainkan krisis beras karena cuaca buruk sehingga mengakibatkan sulitnya akses transportasi untuk menyalurkan beras ke beberapa kabupaten yang hanya bisa didatangi dengan kapal laut.Krisis beras di beberapa wilayah pun tidak terlalu parah karena umumnya masyarakat di Maluku memiliki cadangan makanan dari hasil kebunnya yang sengaja disimpan di dalam lumbung untuk nantinya digunakan tatkala musim kemarau panjang melanda dan berakibat gagal panen.Kendati demikian, BKP Maluku selalu berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Pattimura Ambon mengenai perubahan cuaca, agar sedini mungkin kejadian krisis beras di beberapa daerah dapat segera diantisipasi sebelum terjadi."Biasanya krisis beras di beberapa daerah di Maluku terjadi sekitar Desember-Februari karena cuaca buruk yang mengakibatkan gelombang tinggi dan angin kencang, sehingga kapal yang biasanya menyalurkan beras tidak melewati jalur biasanya," katanya.Apabila keadaan keadaan sudah tidak memungkinkan, maka BKP akan segera menghubungi Divisi Regional Perum Bulog Maluku untuk menyalurkan stok beras pemerintah yang disediakan sebanyak 100 ton untuk setiap kabupaten/kota guna mengatasi rawan pangan yang terjadi akibat bencana alam dan sebagainya, apabila stok pangan di daerah-daerah sudah menipis."Kami tetap menyediakan jatah beras untuk antisipasi rawan pangan akibat bencana alam, kekeringan dan sebagainya sebanyak 100 ton per kabupaten/kota, sedangkan 200 ton untuk tingkat provinsi," kata Kepala Divisi Perum Bulog Maluku, Nono Sudiyono.Penyaluran persediaan beras pemerintah ke daerah rawan pangan tidak dilakukan sekaligus 100 ton, melainkan disesuaikan dengan tingkat bencana yang terjadi."Seratus ton merupakan jatah, tetapi tidak disalurkan semuanya. Apabila di suatu daerah terjadi bencana alam yang mengharuskan bantuan beras itu lebih dari 100 ton, maka harus dikoordinasikan dengan Pemerintah Pusat," katanya.Saat ini stok beras di Perum Bulog Divisi Regional Maluku saat ini mencapai 7.508 ton tersebar pada tiga gudang Bulog, yakni Kota Ambon 5.175 ton, Kota Tual 1.391 ton dan Kota Namlea 942 ton dan diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat daerah ini hingga perayaan Natal Desember 2010."Kami juga sudah membeli beras sebanyak 5.000 ton dari Parepare, Sulawesi Selatan untuk menambah stok di Ambon," ujar Sudiyono.Antisipasi krisis berasMengantisipasi adanya krisis beras, BKP Maluku telah menyediakan Rp6 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) yang dialokasikan untuk menggalakkan program pengembangan pulau mandiri pangan berbasis makanan pokok lokal orang Maluku, seperti sagu, umbi-umbian, jagung, kacang-kacangan, dan biji-bijian."Kami pun memanfaatkan 10 persen dari total Dana Alokasi Khusus (DAK) Departemen Pertanian (Deptan) sebesar Rp33,2 miliar untuk membangun lumbung pangan di sembilan kabupaten di Maluku," ujar Syuryadi Sabirin.Selain mengantisipasi rawan pangan, program tersebut juga bertujuan memberdayakan masyarakat miskin dengan kemampuan memproduksi pangan di wilayah masing-masing, mengakses pasar dan meningkatkan daya beli konsumen.Target Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) Maluku pada 2010 di tujuh kabupaten/kota, dinilai lebih strategis manakala terjadi bencana alam atau gizi buruk."Program ini difokuskan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat mengantisipasinya melalui peningkatan penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) serta intervensi bantuan rawan pangan transien apabila terjadi bencana alam," katanya.Diversifikasi pangan ini sengaja dilakukan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi beras minimal 1,5 persen per tahun.Apalagi jumlah konsumsi beras di Maluku terbilang cukup besar dibandingkan produksinya, yakni 108.000 ton per tahun, sedangkan panennya hanya mencapai 79.000 ton per tahun."Ini terjadi karena adanya pergeseran pola makan masyarakat karena berdasarkan data dari Badan Sagu pada 2007, sekitar 50 persen masyarakat Maluku mengonsumsi sagu dan umbi-umbian dan 33 persen pangan pokoknya sagu, sedangkan hanya 17 persen masyarakat yang umumnya tinggal di daerah perkotaan dan pinggiran kota makan beras," ujar Sabirin.Beberapa waktu lalu, BKP Maluku telah memasukkan data konsumsi sagu tersebut ke Badan Pusat Statistik (BPS) untuk dianalisa kembali dan nantinya dimasukkan ke Maluku Dalam Angka 2011."Ke depan, kami harapkan BPS dan Dinas Pertanian di tiap kabupatan dan kecamatan di Maluku dapat mendata kembali, sehingga grafik peta daerah rawan pangan nasional yang dikeluarkan BKP pusat dapat berubah," katanya.Kerjasama IFADSelain berupaya mengatasi krisis beras dan mengurangi jumlah konsumsinya di Maluku dengan menggalakkan program diversifikasi pangan, BKP Maluku juga akan meningkatkan kesejahteraan petani kecil di 150 desa di lima kabupaten, yakni Buru, Buru Selatan, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur dan Maluku Tengah yang memiliki jumlah kepala keluarga (KK) miskin diatas 30 persen.Program terbaru dari BKP Maluku itu dilakukan melalui kerja sama dengan Internasional Fund For Agriculture Development (IFAD) untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil dan program ini akan diluncurkan pada 2011 dan akan berlangsung hingga delapan tahun.Proyek kerjasama yang meliputi peningkatan taraf hidup dan gender, peningkatan produktivitas dan usaha tani terpadu itu menggunakan 14,5 persen dari total Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) BKP Maluku dan bantuan dana IFAD sebesar Rp325 miliar.Dana tersebut juga untuk pengembangan manajemen dan kelembagaan kelompok dan keuangan desa, pengelolaan sumberdaya alam dan pembangunan sarana prasarana pedesaan, seperti mandi, cuci dan kakus (MCK), air bersih dan pembangunan jalan desa."Target kami program ini nantinya sekaligus bisa menekan angka kemiskinan, meningkatkan pendapatan masyarakat di desa dan menyerap tenaga kerja di pedesaan," ujar Syuryadi Sabirin. (Syarifah Alaidrus)
Rawan Pangan di Maluku Akibat Krisis Beras
Minggu, 31 Oktober 2010 4:33 WIB
