Ambon, 11/9 (Antara Maluku) - Jenazah seorang prajurit Australia yang meninggal dalam perang Dunia (PD) II dan ditemukan di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), belum diketahui identitasnya hingga saat ini, namun telah dimakamkan di Ambon, Kamis.
Jenazah prajurit tidak dikenal tersebut dimakamkan dalam sebuah upacara militer di Taman Persemakmuran "War Cemetery" di kawasan Tantui, dipimpin staf militer negara Kanguru tersebut Nick Hard RAN, sedangkan ibadah pemakaman dipimpin staf Chaiplam ARMY Head Quarters Australia, Padri Ivan.
Upacara militer tersebut juga dihadiri Kepala Staf Pertahanan Australia untuk Indonesia Brigadir John Gould serta Kepala Bagian Politik dan Ekonomi Kedutaan Besar (Kedubes) Australia untuk Indonesia Brad Armstrong, Wali Kota Darwin (Australia Utara) Caterina Fong Lim.
Upacara pemakaman tersebut juga dihadiri dan disaksikan puluhan keluarga veteran perang Australia yang gugur dalam perang dunia II maupun warga Australia yang sedang mengikuti lomba Darwin-Ambon Yacht Race (DAYR) 2015.
Prajurit Australia tersebut merupakan anggota dari "Sparrow force", salah satu dari 84 tentara Australia yang gugur saat mempertahankan sebuah lapangan udara di Kupang dari serangan tentara Jepang pada PD II.
Jenazahnya ditemukan warga setempat saat sedang melakukan penggalian pekerjaan konstruksi untuk memperluas bangunan kampus di daerah itu. Penemuan tersebut kemudian disampaikan ke Kedubes Australia di Jakarta. Selanjutnya dilakukan penelitian dan pemeriksaan selama dua tahun barulah dimakamkan.
Tetapi penelitian yang dilakukan belum juga berhasil mengungkap identitas prajurit yang meninggal tersebut, padahal pencarian terhadap keluarga korban telah dilakukan intensif selama dua tahun oleh Angkatan Darat (AD) Australia.
Begitu pun pengujian sampel DNA yang diambil dari jasad prajurit tersebut telah dilakukan, termasuk melakukan pemerkisaan dengan data 54 dari dengan 94 anggota keluarga, tetapi gagal menemukan kecocokan.
Begitu pun seruan kepada masyarakat umum guna membantu mengidentifikasi jenazah prajurit tersebut baru-baru ini juga gagal.
Kepala Staf Pertahanan Kedubes Australia Brigadir John Gould mengatakan, upacara pemakaman militer tersebut menggarisbawahi akan hubungan yang lestari antara Australia dan Indonesia, terlebih khusus Maluku.
"Kami baru saja bersama dengan Indonesia merayakan HUT ke-70 Kemerdekaan Republik Indonesia. Kami (Australia) selalu satu semangat dengan Indonesia baik dahulu maupun sekarang. Australia dan Indonesia memiliki kepentingan bersama dalam menjaga keamanan wilayah antarnegara," ujarnya.
Upacaya yang dihadiri sejumlah petinggi TNI dan Polri di Maluku tersebut juga diwarnai peletakan karangan bunga di atas makam, baik oleh pejabat militer dan sipil Australia dan Indonesia, juga oleh Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Maluku Edy Oetoro.
Persemakmuran
Di Taman Persemakmuran "War Cemetery" di kawasan Tantui seluas empat hektar tersebut dimakamkan sebanyak 1.131 prajurit yang gugur selama PD I maupun PD II. Sebanyak 694 makam diantaranya adalah tentara Australia yang berasal dari Batalyon 2/21 Australia Gull Force yang gugur saat berperang melawan tentara Jepang di Ambon pada tahun 1941.
Para tentara yang meninggal dimakamkan di Taman Persemakmuran Tantui, sedangkan yang bisa selamat kembali ke negaranya sebanyak 232 orang.
Pada bagian depan makam yang tertata rapih tersebut juga dibangun tugu Memorial Building Ambon untuk memperingati 289 tentara dan 171 penerbang kesatuan Australia yang gugur di Maluku, Sulawesi dan kepulauan sekitarnya saat PD II tahun 1941-1945.
Ada di antara mereka yang belum diketahui dan ditemukan jenazahnya hingga saat ini.
Nama-nama mereka terpampang pada sisi kiri-kanan dinding bangunan Memorial Building Ambon, lengkap dengan pangkat, tanggal lahir dan umurnya saat gugur dalam PD II.
Saat Perang Dunia II berkecamuk, lokasi Taman Makam Persemakmuran "War Cemetery" tersebut juga dijadikan kamp tahanan tentara negara-negara persemakmuran oleh tentara Jepang.
Lokasi tersebut juga merupakan kamp militer tentara Australia saat 1.131 personel Gull Force yang mendarat di Ambon pada bulan Desember 1941.
Saat ditawan, tentara-tentara Australia ini sering diberikan makanan secara diam-diam oleh penduduk sekitar kamp tahanan. Banyak juga tentara Australia yang melarikan diri dari kamp tahanan.
Saat PD II berakhir pasukan Gull Force yang tersisa di kamp hanya 200 orang. Pemerintah Australia mengirimkan kapal perang untuk membawa sisa pasukan pulang ke negara Kangguru itu.