Ambon (ANTARA) - Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif menegaskan, rekonstruksi dan relokasi warga Kariuw, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah yang rusak bisa dilakukan bukan saja menyangkut jaminan keamanan tetapi harus dibarengi masalah kepastian hukum.
"Rekonstruksi tetap jalan, namun selama masyarakat ini belum mendapatKan kepastian, bukan saja jamiman keamanan namun kepastian hukum , maka kita tidak mungkin mengajak mereka kembali ke desa Kariuw," katanya, di Ambon, Kamis.
Penjelasan Kapolda disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi I DPRD Maluku dan Pangdam XVI/Pattimura yang diwakili Kasdam Brigjen TNI Samuel Hehakaya, Plt Sekda Maluku Sadli Ie, dan Kepala Kesbanpol Pemprov Maluku.
"Jadi saya berharap DPRD juga bisa membantu mempertemukan tokoh yang memiliki peran dan tanggungjawab karena jujur ada pihak-pihak tertentu yang menolak sehingga menjadi persoalan yang harus ditangani," ujarnya.
Polisi sebagai aparatur negara juga berprinsip tidak boleh ada satu pun pengusiran terhadap warga negara, sebab kalau semua pihak sudah saling usir-mengusir maka rusaklah negara ini.
Di Kariuw terdapat 100 rumah yang masih utuh dan 211 lainnya mengalami kerusakan.
"Kita perlu melakukan berbagai pentahapan dan terpenting adalah rekonsiliasi para tokoh, kemudian diajak para pria untuk kembali terlebih dahulu untuk pembenahan dan mungkin perempuan dan anak untuk sementara bertahan di pengungsian," kata Kapolda.
Personel TNI/POLRI pada Rabu(2/2) juga sudah melakukan pembersihan puing-puing yang hangus terbakar di Negeri Kariuw sehingga tidak ada kesan buruk.
Sedangkan, Penjabat Sekda Maluku, Sadli Ie mengatakan, awalnya Pemprov Maluku sepakat dalam waktu enam bulan terlalu lama maka kita mengawali dari APBD Perubahan 2022 dan koordinasi dengan Pemkab Malteng, tetapi yang disampaikan Kapolda adalah persoalan tapal batas menjadi sangat urgen.
"Kita menawarkan lagi Pemkab Malteng tanggung berapa dan Pemprov Maluku berapa untuk anggaran rekonstruksi untuk melakukan langkah-langkah dengan menggunakan dana mendesak," ujarnya.
Prinsipnya Pemprov Maluku tetap mendukung, dan tindakan pemerintah agar tidak menimbulkan masalah baru kalau di lapangan belum selesai, terutama soal tapal batas dan kesepakatan dua desa menerima pengungsi untuk kembali.
"Jangan sampai kita dituding mempercepat rekonstruksi tetapi tidak menyelesaikan akar permasalahan sehingga timbul lagi persoalan baru," tandas Sadli.
Kasdam XVI/Pattimura, Brigjen TNI Samuel Hehakaya mengatakan, Polda, Kodam dan Korem siap melaksanakan program yang sama sesuai penjelasan Kapolda beserta Penjabat Sekda.
Jadi ada keinginan awal dari masyarakat Kariuw di Aboru dengan Pelauw untuk langkah selanjutnya setelah konflik yakni relokasi dan rekontruksi.
"Kalau sudah ada anggaran rekonstruksi lebih polemik lagi, karena yang mau dibangun harus betul-betul jelas, dan saran DPRD melibatkan TNI/ Polri untuk rekonstruksi, hingga pengembalian pengungsi akan dilakukan," tegas Kasdam.
Sementara Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut yang memimpin rapat kerja tersebut mengatakan, komisi I DPRD Maluku bersama pimpinan dewan akan mengundang langsung Gubernur Maluku, MUrad Ismail dan Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal untuk menindaklanjuti hasil pertemuan hari ini.
Tujuannya untuk memastikan apakah rencana sebelum April 2022 atau minimal awal Maret sudah mulai dilakukan rekonstruksi sesuai usulan anggota komisi I, Benhur Watubun dan kawan-kawan.
"Namun yang terpenting disampaikan Kapolda adalah membangun komitmen bersama antara para pihak," katanya.
Sebab apa pun yang akan dikerjakan nanti, kalau pun pondasi ini tidak diletakan secara baik maka semuanya tidak akan berarti.
Kemudian kesediaan menerima keluarga di pihak yang lain dan kesediaan kembalinya para pengungsi ke negeri asal seperti hidup awal itu yang paling berarti.
Jadi langkah terpenting yang dianjurkan Kapolda Maluku soal bukan soal bangun apa-apanya, tetapi kesediaan menerima kembali warga yang mengungsi ke lokasi semula.
DPRD juga sepakat tidak boleh ada kelompok yang harus kuat di negara ini, dan kalau ada tindakan kriminal atas nama apa pun itu harus ditindak sehingga menjadi pelajaran bagi warga negara terutama di Maluku.
Soal rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi tanggungjawab pemerintah sehingga Badan Anggaran DPRD provinsi Maluku akan melakukan pertemuan dengan tim anggaran Pemprov untuk melakukan pembahasan.
Tujuannya untuk membuat simulasi anggaran pembangunan rumah warga tanpa menunggu berlama-lama bantuan dari pemerintah di tingkat pusat sehingga bisa ditentukan Pemprov Maluku dan Pemkab Malteng tanggung berapa.