Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita berbagai bukti di antaranya catatan aliran sejumlah uang dan alat elektronik dari penggeledahan sejumlah ruang di lingkungan perkantoran Pemkot Ambon, Maluku, Selasa (17/5).
"Selasa (17/5), tim penyidik telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di beberapa lokasi di wilayah Kota Ambon yang berada di lingkungan perkantoran Pemkot Ambon pada gedung A, gedung B, gedung C dan gedung D," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu.
Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon dengan tersangka Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) dan kawan-kawan.
"Pada beberapa lokasi dimaksud, ditemukan dan diamankan berbagai bukti di antaranya sejumlah dokumen terkait keuangan termasuk catatan aliran sejumlah uang dan bukti alat elektronik," ucap Ali.
Baca juga: KPK geledah Balai Kota Ambon selama 13 jam, keluar bawa koper
Adapun ruangan yang digeledah, yaitu ruang kerja tersangka Richard, ruang kerja Sekretariat Wali Kota Ambon, ruang kerja Kepala Dinas dan Sekretariat Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, ruang kerja kepala dinas dan staf kantor Dinas Perhubungan, ruang kerja kepala dinas dan staf kantor BPKAD, dan beberapa ruangan kerja di kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.
Sebelumnya, kata Ali, tim penyidik juga telah menggeledah kantor PT Midi Utama Indonesia (MID) Tbk Cabang Ambon di Kota Ambon, Jumat (13/5).
"Dari lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai bukti di antaranya dokumen dan juga alat elektronik," ungkap Ali.
Baca juga: KPK geledah Balai Kota Ambon, penyidikan kasus wali kota terus berlanjut
Ia mengatakan bukti-bukti hasil penggeledahan tersebut diduga kuat dapat menerangkan dan mengurai seluruh perbuatan para tersangka.
"Selanjutnya, berbagai bukti dimaksud akan dianalisis dan segera disita untuk melengkapi berkas perkara tersangka RL dan kawan-kawan," tuturnya.
Terkait kasus tersebut, KPK menetapkan tiga tersangka, dua di antaranya selaku penerima suap ialah Richard Louhenapessy (RL) dan Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH), dan seorang tersangka lain sebagai pemberi suap yaitu Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi Kota Ambon.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satunya memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan pembangunan cabang ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.
Sementara khusus untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha ritel itu, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekitar Rp500 juta secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal tersebut masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.
Baca juga: KPK tahan Wali Kota Ambon setelah sempat jalan-jalan di mal