Ternate (Antara Maluku) - Anggota DPRD Maluku Utara (Malut) minta pemerintah daerah setempat untuk melarang sekolah menjual pakaian seragam dan berbagai kebutuhan lainnya kepada siswa baru, karena hal itu sangat membebani orang tua siswa.
"Kami banyak menerima keluhan dari orang tua siswa atas kebijakan sekolah menjual pakaian seragam kepada siswa baru, karena para orang tua diharuskan membayar jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan membelinya di pasaran," kata anggota DPRD Malut Edi Langkara di Ternate, Selasa.
Untuk pakain seragam SMA misalnya, orang tua siswa baru harus membayar di atas Rp1 juta, padahal pakaian seragam berupa satu pasang baju pakaian putih abu-abu, satu pasang pakaian olaharaga dan satu lembar baju batik jika dibeli di pasaran paling tinggi Rp500 ribu.
Ia mengatakan, orang tua siswa baru tidak semuanya dari kalangan mampu, bahkan tidak sedikit yang sehari-harinya hanya tukang ojek sepeda motor dan pedagang kaki lima, sehingga sangatlah tidak bijak kalau mereka harus dibebani dengan kewajiban membeli pakaian seragam semahal itu.
Oleh karena itu, pemda di Malut harus melarang sekolah menjual pakaian seragam kepada siswa baru, walaupun pihak sekolah berdalih bahwa hal itu dilakukan untuk tujuan keseragaman dan atas persetujuan orang tua siswa melalui komite sekolah.
Ia mengatakan, kebijakan sekolah menjual pakaian seragam kepada siswa baru tersebut juga akan menutup peluang bagi para pedagang pakaian seragam sekolah di Malut untuk mendapatkan penghasilan pada tahun ajaran baru, karena sekolah biasanya membeli pakaian seragam itu dari luar Malut.
Tindakan sekolah membeli pakaian seragam sekolah dari luar Malut itu juga mengakibatkan banyaknya uang masyarakat Malut keluar daerah, sehingga bisa memberi dampak kurang baik bagi perputaran aktivitas ekonomi di daerah ini.
Ia menambahkan, pemda di Malut juga harus melarang sekolah melakukan berbagai pungutan tidak resmi kepada siswa, terutama untuk tingkat SD dan SMP karena pemerintah telah mengalokasikan dana operasional yang cukup besar untuk SD dan SMP, di antaranya berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Sekolah di Malut selama ini sering melakukan berbagai pungutan tidak resmi kepada siswa baru, terutama saat siswa akan mengambil ijazah dan raport. Untuk pengambilan ijazah misalnya, siswa diharuskan membayar sampai Rp400 ribu dengan dalih sebagai sumbangan.