Jakarta (ANTARA) - Fenomena el nino menyebabkan panas menyengat dan kemarau panjang melanda sebagian daerah di negeri ini.
Peristiwa ini sudah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir, bahkan mungkin juga akan terus berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.
Hal ini tentu tidak mustahil akan bisa menimbulkan masalah berupa krisis kelangkaan pangan karena banyak petani mengalami gagal panen atau terlambat untuk bercocok tanam.
Tidak bisa dipungkiri, perubahan iklim yang drastis menyebabkan cuaca buruk,. El nino yang menjadi salah satu faktor keterlambatan tanam dan kegagalan panen di lahan-lahan petani yang membutuhkan curah hujan cukup.
Keterlambatan dan kegagalan tersebut berdampak serius pada masalah pangan, akibat lahan tadah hujan untuk pertanian padi mengalami kekeringan panjang.
Oleh karena itu antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya masalah kelangkaan pangan ini harus menjadi perhatian lebih dari semua pihak, karena ini menyangkut kebutuhan pokok yang sangat besar arti dan maknanya bagi kehidupan suatu bangsa.
Sebab jika ketersediaan pangan di suatu negeri cukup tinggi, maka stabilitas sosial ekonomi di negeri tersebut tentu akan tinggi. Begitu pula sebaliknya. Jika ketersediaan pangannya rendah, maka hal demikian tentu akan dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi sosial dan politik di negara tersebut.
Jadi masalah ketahanan pangan merupakan permasalahan yang sangat penting dan strategis bagi suatu negara, karena dari berbagai data dan fakta yang ada menunjukkan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia ini yang dapat menjalankan pembangunannya dengan baik sebelum mereka mampu menciptakan ketahanan pangan terlebih dahulu.
Di sinilah kemungkinan masalah yang tidak diinginkan tersebut akan bisa terjadi karena dengan terjadinya fenomena el nino, akibatnya stock dan ketersediaan pangan nasional, terutama beras yang menjadi konsumsi utama masyarakat, tentu akan bermasalah.
Untuk itu, agar bangsa ini bisa terhindar dari krisis pangan, maka langkah-langkah antisipatif dari pemerintah dan masyarakat jelas sangat diperlukan.
Solusi konkret
Sebenarnya, secara teoritis, kalau ketersediaan pangan secara nasional tidak bisa ditopang oleh produksi dalam negeri, maka solusinya pemerintah harus melakukan impor.
Hanya saja, untuk melakukan impor sekarang ini juga jelas tidak mudah karena banyak negara yang selama ini dikenal sebagai pengekspor beras juga harus berjaga-jaga karena stok pangan mereka juga terganggu oleh masalah el nino atau akibat masalah konflik atau perang yang melanda negara mereka.
Mengingat persoalan iklim ini juga dirasakan, bukan hanya Indonesia, tapi juga oleh banyak negara, maka negara-negara pengekspor beras kurang lebih juga mengalami masalah yang sama dengan Indonesia.
Di sisi lain, kebijakan impor juga tidak bisa diandalkan dalam jangka panjang. Ini tak lain karena erat beririsan dengan peta geopolitik yang berubah-ubah secara drastis.
Untuk itu, agar negeri ini dapat menjamin stabilitas pangan dalam negeri, maka pemerintah dan masyarakat harus bisa melakukan berbagai usaha dan upaya, seperti melakukan diversifikasi atau penganekaragaman pangan.
Diversifikasi pangan menjadi satu cara yang paling bisa ditempuh dan relatif mudah mengingat negeri ini sangat kaya dengan beragam jenis tanaman sumber pangan. Hal itu bisa dilakukan melalui penghidupan kembali jenis-jenis pangan lokal, sehingga tidak tergantung pada satu jenis pangan saja.
Apalagi variasi makanan pokok di negeri ini sebenarnya tidak hanya terfokus kepada beras, tapi juga bisa beralih kepada hasil tanaman lain, seperti sagu, ketela, umbi-umbian, jagung, sorgum, dan lain-lain.
Diversifikasi pangan juga potensial menjadi solusi yang tepat agar kebutuhan dan ketersediaan pangan di negeri ini secara nasional tetap dapat terjaga, sehingga masyarakat bisa hidup dengan aman, tenteram, dan damai karena kebutuhan mereka terhadap makanan pokoknya tetap dapat terjaga dan terpenuhi.
Meski begitu, diversifikasi pangan juga memerlukan pemikiran yang khusus, terlebih karena kebutuhan manusia atas pangan terus-menerus meningkat dalam jumlah dan ragamnya.
Apalagi dengan munculnya konsep dan diversifikasi pangan dalam rangka pencapaian ketahanan pangan. Oleh karena itu, tersedianya variabilitas sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian menjadi sangat penting.
Kepentingan ini telah mendorong para peneliti, khususnya pemulia tanaman di Indonesia, mulai meneliti dan berusaha menemukan varietas baru tanaman dengan mutu yang lebih baik dan dengan nilai nyata yang lebih tinggi.
Namun demikian, di satu pihak, petani mengembangkan varietas secara tradisional dengan jangka waktu penggunaan yang relatif lebih lama, sehingga varietas yang dikembangkan selalu dilestarikan dan dirawat secara turun-temurun.
Di sisi lain, ada pekerjaan rumah besar terkait tradisi. Budaya mengonsumsi jenis makanan berbahan baku impor perlu segera diubah melalui berbagai kampanye dan promosi.
Jepang saja, misalnya, sebagai salah satu negara maju pun sudah mulai berpikir untuk mengubah pola konsumsi pangan masyarakatnya, dengan tidak menggantungkan pangan impor (gandum dan daging) ke arah konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
Oleh sebab itu, Indonesia sebagai negara berkembang dengan penduduk yang banyak harus mulai melakukan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal.
Selain itu, pengembangan tanaman (rekayasa genetik melalui pemuliaan) akan menjadi lebih mudah karena Indonesia kaya dengan beragam jenis tanaman pangan asli wilayah tropis, sehingga kendala adaptasi tidak akan ditemui.
Pemerintah dan rakyat Indonesia harus proaktif dalam masalah kedaulatan pangan ini. Sebab, dunia ke depan dengan berbagai masalah iklim, dampak terdekat yang dirasakan umat manusia adalah di bidang pangan.
Ini adalah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, demi keamanan, kesejahteraan, dan stabilitas bangsa.
*) Anwar Abbas adalah Ketua PP Muhammadiyah
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: El nino, diversifikasi, dan ketahanan pangan nasional