Ambon (Antara Maluku) - Organisasi Pangan Dunia (od and Agriculture Organization) meneliti sistem pantang laut yang diterapkan pemerintah dan DPRD Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai salah satu upaya melestarikan potensi perikanan lautnya.
"Kami di sana memberlakukan sistem hukum adat laut dengan melarang aktivitas penangkapan ikan satu hari yang berlangsung setiap Jumat atau disebut pantang laut," kata staf ahli Komisi B DPRD NAD, Zulkarnaen Bakrie di Ambon, Jumat.
Zulkarnaen termasuk dalam rombongan Komisi B DPRD NAD dipimpin Wakil Ketua Komisi Anwar Idris saat melakukan studi banding bidang perikanan serta budi daya rumput laut di Provinsi Maluku.
Pemberlakukan pantang laut ini memungkinan adanya upaya pelestarian dan peningkatan potensi perikanan sehingga menarik perhatian badan pangan dunia yang bernaung di bawah Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut.
Berdasarkan perhitungan FAO, potensi perikanan dunia saat ini terus mengalami penuruan dan tinggal 40 persen, tapi potensi perikanan Aceh diyakini masih besar karena pemberlakukan sistem hukum adat laut, dan banyak perusahaan besar yang mulai melirik daerah itu untuk berinvestasi.
Menurut Zulkarnaen, masyarakat Aceh masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan kondisinya juga sama dengan masyarakat Maluku terhadap hukum adar dalam berbagai bidang, termasuk melindungi dan melestarikan kekayaan alamnya.
Potensi perikanan laut yang ada di Maluku sebenarnya hampir sama dengan di NAD karena wilayah lautnya memiiki aneka jenis ikan berkualitas ekspor untuk dikembangkan melalui program budi daya.
"Satu hal yang kita ketahui, Maluku ini di Era 1970-an berkembang perikanan tangkap yang luar biasa besar dengan beridirinya perusahaan-perusahaan besar, tapi akhir-akhir ini ada yang sudah pindah ke daerah lain, sehingga kita ingin mengetahui apakah akibat produksi menurun atau persoalan regulasi," katanya. Â
FAOTeliti Sistem Pantang Laut NAD
Jumat, 10 Mei 2013 14:52 WIB