Ambon (ANTARA) - Tim jaksa penyelidik Kejati Maluku segera mengagendakan pemanggilan sejumlah saksi guna dimintai keterangan dalam perkara dugaan korupsi dan penyelewengan dana pengelolaan Rumah Toko (Ruko) Pasar Mardika Ambon yang dikelola PT Bumi Perkasa Timur pada 2022-2023.
"Penanganan perkaranya tetap jalan dan sudah diagendakan untuk melakukan pemanggilan saksi setelah bagian Intelijen Kejati Maluku menyerahkan perkaranya ke bagian Pidsus dan sekarang sudah berstatus penyelidikan," kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Ardy Dannari di Ambon, Minggu.
Menurut dia, perkara ini dinaikkan statusnya ke penyelidikan setelah intelijen kejati melalukan proses pengumpulan data dan bahan keterangan sejak beberapa waktu lalu.
Sehingga untuk perkembangan ke depan, jaksa telah mengagendakan pemanggilan setiap pihak yang memiliki keterkaitan dalam perkara pengelolaan Pasar Mardika.
Agenda pemanggilan para pihak ini telah dilakukan jaksa dengan cara menyurati mereka guna hadir di Kantor Kejati Maluku dalam rangka memberikan keterangan.
Munculnya perkara dugaan korupsi dan penyimpangan dana pengelolaan Ruko di Pasar Mardika Ambon ini dimulai dari DPRD Maluku membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pasar Mardika.
Hasil kerja pansus menemukan adanya 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati Pertokoan Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT BPT sebesar Rp18.840.595.750.
Dari keseluruhan anggaran itu, PT BPT hanya menyetor ke Pemprov Maluku sesuai perjanjian kerja sama pemanfaatan antara Pemprov dengan pihak perusahaan sebesar Rp5 miliar dan pada 2022 hanya disetorkan Rp250 juta ke kas pemprov dan Rp4.750.000.000 pada 2023.
Pansus DPRD Maluku juga menemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 ruko milik Pemprov yang dimenangkan PT BPT.
Selain itu tindakan yang dilakukan manajemen PT BPT dalam menarik uang sewa ruko dari para pemilik SHGB diduga merupakan perbuatan melawan hukum.
Kemudian mekanisme tender oleh Pemprov Maluku melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk pengadaan Barang dan Jasa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerjasama dibuat di hadapan notaris Roy Prabowo Lenggono nomor 21 tanggal 13 Juli 2022 dinilai tidak memenuhi persyaratan subjektif maupun objektif sahnya suatu perjanjian yang mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum.