Ambon, 26/5 (Antara Maluku) - Tersangka kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) pada 2013, Paulus Samuel Puttileihalat, terancam dijemput paksa bila tidak mematuhi panggilan kedua yang disampaikan kepadanya sejak 24 Mei 2017.
"Kalau tidak mematuhi panggilan kedua, maka hukum ditegakkan sehingga Paulus dijemput paksa," kata Kadis Kehutanan Maluku, Sadli Ie, dikonfirmasi, Jumat.
Penjemputan paksa terhadap tersangka Paulus karena telah melakukan pemanggilan pertama pada 19 Mei 2017. Namun, bersangkutan tidak mematuhinya.
"Jadi bila pemanggilan kedua tidak mematuhi lagi, maka dijemput paksa untuk penyerahan tahap II yakni barang bukti dan tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku," ujar Sadli.
Proses tahap II menindaklanjuti JPU Kejati Maluku menyatakan berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka dinyatakan lengkap.
Dia mengapresiasi kinerja dari PPNS Dishut Maluku yang tidak "patah arang" menyelesaikan BAP tersangka yang telah beberapa kali dikembalikan JPU Kejati Maluku.
"Rasanya kerja keras untuk menegakkan hukum terhadap kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di SBB menunjukkan hasil optimal dari para PPNS yang termotivasi untuk merampungkan BAP tersebut," kata Sadli.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette, mengemukakan, BAP Paulus dinyatakan lengkap atau P21 pada 18 Mei 2017, menyusul diteliti JPU
sejak 3 Mei 2017.
"Jadi tinggal koordinasi PPNS Dishut Maluku dan JPU untuk penyerahan tersangka dan barang bukti atau tahap II," ujarnya.
Kasus ini berawal saat personel Dishut Provinsi Maluku bersama Ditreskrimsus Polda setempat melakukan operasi gabungan menindaklanjuti pembukaan ruas jalan di kawasan Ariate-Waisala, Kabupaten SBB, pada tahun anggaran 2013.
Tim menemukan penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di Gunung Sahuwai tanpa izin dari Menteri Kehutanan untuk proyek yang dikerjakan PT Karya Ruata.
Setelah melakukan penyelidikan, PPNS Kehutanan menetapkan Remon sebagai tersangka pada 4 Januari 2016.
Dia dijerat dengan pasal berlapis, yakni pasal 50 ayat (3) huruf a dan j, pasal 78 ayat (2) dan ayat (9) serta ayat (15) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Jo UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.