Ambon (ANTARA) - Dua tersangka kasus korupsi dalam perkara berbeda yang belum memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku terancam dijemput secara paksa karena sudah tiga kali pemanggilan namun mereka tidak hadir dengan berbagai alasan.
"Yang pertama adalah tersangka HH dalam kasus korupsi dana proyek pembuatan taman kota dan pelataran parkir pada Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp1 miliar," kata Kajati Maluku Rorogo Zega di Ambon, Jumat.
Baca juga: Tersangka korupsi HH diberi kesempatan serahkan diri hingga 9 Juli, begini penjelasan Kajati Maluku
Seorang terdakwa lainnya berinisial JRS yang terlibat perkara penyimpangan dana pendapatan asli negeri Tawiri dari hasil penjualan lahan untuk pembangunan sarana dermaga Lantamal IX /Ambon yang menimbulkan kerugian Rp3,8 miliar.
Dugaan penyimpangan tersebut diperkirakan terjadi pada 2016 dan 2017.
Kajati berharap kedua tersangka itu bisa memenuhi panggilan jaksa.
"Kalau tidak, akan ditempuh upaya hukum dengan jemput paksa keduanya," tandasnya.
Baca juga: Kejati Maluku masih tunggu putusan banding kasus revers repo obligasi Bank Maluku-Malut
Selain melakukan upaya paksa, jaksa juga akan memasukan tersangka HH dalam daftar pencarian orang (DPO) dan menangkapnya sesuai dengan kewenangannya.
Baik untuk terangka HH yang merupakan Direktur PT Inti Artha yang menangani proyek taman kota dan pelataran parkir di Saumlaki maupun tersangka Ny. JRS sama-sama memberikan alasan terpapar virus corona berdasarkan surat keterangan dokter.
Selain itu, tersangka HH meminta waktu kepada kejaksaan karena sedang mencari pengacara untuk mendampinginya, sementara tersangka JRS meminta pengunduran waktu pemanggilan.
Baca juga: Kejati Maluku tahan Raja dan staf negeri Tawiri, agar jera