Ambon (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku kembali menahan tiga dari empat tersangka kasus dugaan korupsi dan penyimpangan anggaran pendapatan asli negeri Tawiri yang didapatkan dari hasil penjualan lahan untuk pembangunan sarana Pangkalan TNI Aangkatan Laut.
"Mereka yang ditahan pada 8 Juli 2021 dan dititipkan di Rutan Ambon adalah Raja (Kades) Tawiri berinisial JNT, JST selaku mantan Kades, bersama JRT selaku anggota saniri," kata Kajati Maluku Rorogo Zega di Ambon, Kamis.
Penahanan tiga oknum pelaku ini dilakukan setelah mereka memenuhi panggilan jaksa guna diperiksa sebagai tersangka.
Sementara satu orang tersangka lainnya berinisial JRS dan merupakan seorang perempuan belum bisa memenuhi panggilan jaksa karena alasan sakit setelah disuntik vaksin COVID-19.
"Kami sudah mendapatkan surat dari yang bersangkutan untuk diperiksa pada 15 Juli 2021 sehingga kejaksaan akan menjadwalkan kembali pemanggilan JRS," tandas Kajati.
Kajati juga berharap berkas perkara para tersangka ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan setelah selesai pemberkasan berkas tahap satu dan tahap dua.
Proses pembebasan lahan Negeri Tawiri terjadi pada 2015 yang telah digunakan untuk pembangunan dermaga dan sarana/prasarana Lantamal IX/ Ambon.Sedangkan, penetapan empat tersangka dilakukan setelah penyidik Kejati Maluku mengantongi sejumlah bukti dan hasil audit kerugian negara sebesar Rp3,8 miliar.
Berdasarkan alat bukti dan keterangan sejumlah saksi maka empat tersangka ini dinilai yang paling bertanggungjawab atas penyimpangan keuangan tersebut.
"Kasus ini terungkap setelah salah satu staf saniri melaporkan adanya indikasi penyimpangan dana hasil penjualan tanah milik desa sehingga laporan ini ditindaklanjuti dengan memeriksa sejumlah saksi, termasuk raja Tawiri, Jacob N Tuhuleruw dan stafnya,"ujar Kajati.
Dugaan penyimpangan tersebut diperkirakan terjadi antara 2016 dan 2017.
Untuk memuluskan proses pembebasan lahan maka Kades diduga nekat mengesampingkan aturan dengan menunjuk staf dan juga orang dekatnya di bagian Kaur Umum Negeri Tawiri berinisial SR untuk membuat dokumen pembebasan lahan yang dananya bersumber dari APBN.
Padahal sesuai mekanisme, tugas tersebut harus dilakukan oleh Sekretaris Negeri Tawiri inisial DH yang masih aktif.
Selain itu, kesimpangsiuran pembayaran lahan juga menimpa JS sebagai salah satu pemilik 11 objek lahan yang ikut dikapling untuk pembangunan dermaga dan sarana pendukung milik TNI AL.
Pemerintahan Negeri Tawiri hingga kini baru membayar lima objek lahan dengan dana Rp1,1 miliar, padahal seharusnya dilakukan pembayaran sebesar RpRp3,6 miliar untuk lima objek lahan dimaksud.