Ambon, 4/4 (Antaranews Maluku) - Sugiono alias Apui alias Ko Ful (45), terdakwa pengumpul 80 ton pasir cinnabar dari Kabupaten Seram Bagian Barat mengaku bukan sebagai pemilik tetapi hanya memenuhi pesanan seorang warga Singapura bernama Zelin.
"Ny Zelin adalah seorang warga Singapura yang berprofesi sebagai pengusaha di Batam, Kepulauan Riau," kata Sugiono di Ambon, Selasa.
Penjelasan tersebut disampaikan dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon, Moh Muchlis didampingi Hamzah Kailul dan Sofyan Parerungan selaku hakim anggota dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Sugiono yang menguasai empat bahasa negara lain mengaku awalnya mengenali Zelin di Jakarta dan selalu menyewa jasa terdakwa sebagai penerjemah.
Empat bahasa asing yang dikuasai pria berusia 45 tahun ini, yakni Bahasa Inggris, Mandarin, Thailand serta Tiongkok.
"Saya diminta mencari sampel batu atau pasir cinnabar di Kota Ambon dan rencananya yang bersangkutan akan membeli 80 ton cinnabar," kata terdakwa dalam persidangan.
Puluhan ton cinnabar ini rencananya diolah menjadi mercuri atau air raksa dan digunakan sebagai pemberat kapal.
Untuk meyakinkan majelis hakim dan JPU Kejati Maluku, Awaluddin kalau terdakwa menguasai empat bahasa asing, maka penasihat hukum terdakwa Abdusyukur Kaliki meminta Sugiono berbicara dalam beberapa bahasa asing.
JPU menjelaskan, terdakwa awalnya menghubungi Nasarudin Sopahelawakan alias Yovan (dalam BAP terpisah) melalui telepon genggam untuk mencari contoh atau sampel batu cinnabar dan dikirim ke alamatnya Jalan Kebun Jeruk XVIII Nomor 54 B Jakarta Barat.
Kemudian pada September 2017, terdakwa mentransfer uang sebesar Rp129 juta kepada saksi Yovan untuk membeli material tambang mineral logam jenis cinnabar sebanyak 1,4 ton.
Selanjutnya di Oktober 2017, terdakwa menghubungi saksi Yovan untuk menjemput terdakwa di Bandara Internasional Pattimura Ambon karena yang bersangkutan akan datang ke Kota Ambon.
Keduanya langsung berangkat Desa Iha-Luhu, Kabupaten Seram Bagian Barat, yang merupakan lokasi penambangan cinnabar, menemui seorang warga bernama Ny Indra lalu menanyakan punya batu cinnabar atau tidak.
Saksi Ny Indra mengatakan akan mempersiapkannya lalu terdakwa pulang ke Jakarta, kemudian selang dua hari mentransfer uang sebesar Rp95 juta kepada saksi yang telah menyiapkan 840 kiloram (kg) cinnabar.
Menurut jaksa, awal November 2017 terdakwa kembali ke Kota Ambon menemui saksi Yovan lalu bersama-sama ke Kantor BCA mencairkan uang senilai Rp200 juta dan diberikan kepada saksi untuk mencari batu cinnabar.
Terdakwa juga menemui saksi Bintang Kusumanegara melalui seseorang bernama Yudah di MCM untuk membicarakan bisnis ikan yang akan dilakukan terdakwa di Ambon. Setelah itu yang bersangkutan pulang ke Jakarta.
Tetapi 25 November 2017, terdakwa kembali ke Ambon dan tinggal di kos-kosan belakang MCM Desa Galala lalu besoknya menghubungi saksi Bintang Kusumanegara dan mengatakan ada pengiriman barang tambang cinnabar dari Desa Luhu untuk dimuat dan ditampung ke gudang saksi.
Saksi Bintang meminta pembayaran untuk ongkos angkut dan penyimpanan di gudang sebesar Rp40 juta lalu disanggupi terdakwa. Cinnabar sebanyak 107 karung dibawa dari Desa Luhu tanggal 27 November 2017 dan pengiriman kedua tanggal 30 November 2017 sebanyak 162 karung sehingga totalnya 269 karung cinnabar.
Setelah barang tersebut diturunkan, saksi Edi Satumalay di PPI Eri menelpon Kapolsek Nusaniwe Sally Lewerissa menanyakan ada karung bermuatan pasir yang berwarna merah bercampur dengan besi dan dijelaskan kapolsek kalau itu adalah cinnabar.
Perbuatan terdakwa telah melanggar pasal 158 Undang-Undang RI nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara karena tidak memiliki izin resmi untuk menampung atau membawanya.