Semarang (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) patut mendapat apresiasi atas kerja keras, cepat, dan cerdas di tengah isu pengerahan massa pada hari Rabu (22 Mei 2019), atau bertepatan dengan jadwal pengumuman pemenang Pemilu 2019.
Namun, pada hari Selasa (21-5-2019), Komisi Pemilihan Umum RI telah menetapkan perolehan suara Pemilu 2019 hasil rekapitulasi tingkat nasional secara keseluruhan di Gedung KPU RI. Sehubungan dengan pengumuman tersebut, apakah masih perlu mendemo Komisi Pemilihan Umum RI?
Tak elok menyelesaikan perselisihan hasil pemilu di jalanan. Lebih baik ikuti aturan main. Jika tidak puas, bagi peserta pemilu anggota legislatif bisa mengajukan permohonan pembatalan penetapan basil penghitungan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum kepada Mahkamah Konstitusi. Aturan ini jelas termaktub di dalam Pasal 474 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mereka diberi waktu selama 3 x 24 jam untuk mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi sejak pengumuman penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum.
Komisi Pemilihan Umum RI telah menyampaikan perolehan hasil Pemilu Anggota DPR RI secara nasional sebagai berikut.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB): 13.570.097 (9,69 persen)
Gerindra: 17.594.839 (12,57 persen)
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP): 27.053.961 (19,33 persen)
Golkar: 17.229.789 (12,31 persen)
NasDem: 12.661.792 (9,05 persen)
Garuda: 702.536 (0,05 persen)
Berkarya: 2.929.495 (2,09 persen)
Partai Keadilan Sejahtera (PKS): 11.493.663 (8,21 persen)
Perindo: 3.738.320 (2,67 persen)
Partai Persatuan Pembangunan (PPP): 6.323.147 (4,52 persen)
Partai Solidaritas Indonesia (PSI): 2.650.361 (1,89 persen)
Partai Amanat Nasional (PAN): 9.572.623 (6,84 persen)
Hanura: 2.161.507 (1,54 persen)
Demokrat: 10.876.507 (7,77 persen)
Partai Bulan Bintang (PBB): 1.099.848 (0,79 persen)
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI): 312.775 (0,22 persen)
Sengketa Pilpres
Begitu pula, kontestan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019, dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI oleh Komisi Pemilihan Umum.
Khusus pasangan calon presiden/wakil presiden, perlu memperhatikan ketentuan di dalam Pasal 475 UU Pemilu, antara lain, apakah keberatan tersebut bakal memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden?
Sementara itu, data yang dibacakan anggota KPU RI Evi Novida Ginting, perolehan suara Pilpres 2019 dari 34 provinsi dan 130 panitia pemilihan luar negeri (PPLN), yakni Pasangan Calon Nomor Urut 01 Jokowi-Ma'ruf sebanyak 85.607.362 suara (55,5 persen), sementara Pasangan Calon Nomor Urut 02 Prabowo-Sandiaga memperoleh 68.650.239 suara (44,50 persen).
Apakah dengan selisih 16.957.123 suara Mahkamah Konstitusi bakal menerima keberatan dari pasangan Prabowo-Sandiaga? Semua bergantung pada hakim konstitusi yang bakal memutuskannya apakah langsung menolak permohonan tersebut atau menyidangkan hingga memutuskan perkara tersebut.
Bila ada pasangan calon yang mengajukan keberatan, waktu penyelesaian atau putusan perkara tersebut paling lama 14 hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah Konstitusi. Apa pun keputusannya, Komisi Pemilihan Umum RI wajib menindaklanjutinya.
Putusan hasil penghitungan suara oleh Mahkamah Konstitusi diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, KPU, pasangan calon, dan partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon (vide Pasal 475 UU Pemilu).
Setelah putusan Mahkamah Konstitusi keluar, KPU memiliki waktu 3 hari untuk menetapkan calon terpilih. Sebaliknya, bila hingga 24 Mei tidak ada pengajuan sengketa ke Mahkamah Konstitusi, KPU memiliki waktu 3 hari untuk menetapkan calon presiden dan wakil presiden terpilih.
Apakah dengan tidak menandatangani berita acara penetapan hasil penghitungan suara Pemilu 2019, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, saksi PKS, saksi Partai Berkarya, saksi Partai Gerindra, dan saksi PAN bakal mengajukan perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi?
Di antara pilihan, lebih baik menyelesaikannya melalui Mahkamah Konstitusi ketimbang di jalanan yang bakal menimbulkan kegaduhan yang rawan mengendorkan ikatan persatuan bangsa ini.
Di lain pihak, apakah keadaan di sekitar Kantor KPU RI benar-benar kondusif? Pasalnya, pada hari Selasa sekitar pukul 00.30 WIB, sejumlah anggota Brimob mulai mencabut pagar kawat berduri yang sebelumnya memblokade pintu masuk Kantor KPU RI. Mereka selesai pada pukul 01.05 WIB. Apakah ini pertanda situasi sudah aman?
Seperti yang diwartakan ANTARA, polisi sebelumnya telah mensterilkan Jalan Imam Bonjol dengan menutup total akses dari arah Menteng dengan blokade beton dan kawat berduri.
Saat ini akses menuju Kantor KPU RI hanya dapat dilalui dari arah Bundaran Hotel Indonesia melalui Jalan Diponegoro. Itu pun hanya pihak berkepentingan yang dapat menuju ke Kantor KPU.
Kendati demikian, aparat keamanan tetap waspada terkait dengan isu pengerahan massa pada tanggal 22 Mei 2019. Mudah-mudahan siapa pun yang punya rencana mendemo KPU RI mengurungkan niatnya.
Lebih elegan kalah terhormat daripada kalah tidak terhormat. Oleh karena itu, pascapengumuman pemenang sudah tidak ada lagi pasangan calon nomor urut 01 maupun 02. Mari bersatu padu membangun bangsa Indonesia.
Telaah - Apakah perlu kerahkan massa pada 22 Mei?
Selasa, 21 Mei 2019 9:06 WIB