Ambon (ANTARA) - Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menjadi kandidat penerima anugerah Nirwasita Tantra tahun 2019 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas keberhasilan merumuskan dan menerapkan kebijakan sesuai prinsip metodologi pembangunan berkelanjutan.
Penilaian anugerah Nirwasita Tantra dilakukan tim penguji KLHK kepada nominator penerima penghargaan, di Jakarta, Kamis.
Nirwasita Tantra merupakan penghargaan pemerintah kepada kepala daerah yang dalam kepemimpinannya berhasil merumuskan dan menerapkan kebijakan sesuai prinsip metodologi pembangunan berkelanjutan sehingga mampu memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Setiap nominator wajib mempresentasikan program yang mendorong percepatan perbaikan kualitas lingkungan yang implementasinya disesuaikan dengan kondisi wilayah.
"Pada penilaian tersebut dipaparkan kinerja pengolahan lingkungan hidup kota Ambon sesuai program prioritas maupun visi dan misi pemerintahan," kata Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy.
Dikatakannya, Ambon merupakan kota kecil di ujung timur Indonesia, yang terbagi menjadi lima kelurahan dan tersebar di 50 desa dan kelurahan.
"Sebagian besar wilayah Ambon berada pada daerah perbukitan, dengan tingkat kemiringan rata-rata 30 persen. Hal ini berpengaruh terhadap seluruh kebijakan pemerintah kota, terutama menyangkut masalah lingkungan," katanya.
Dalam visi misi dirumuskan program prioritas lima tahun mendatang yakni Ambon yang bersih. Ini adalah komitmen pemerintah kota dan masyarakat, terhadap bagaimana pentingnya lingkungan saat ini.
"Jadi bukan soal basa basi tapi itu sudah menjadi kebijakan lima tahunan kota ini diubah menjadi kota yang bersih," ujarnya.
Dari pengalaman tersebut, Wali Kota Ambon menganalisa seluruh isu masalah lingkungan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KLHK secara nasional, antara lain enam isu lingkungan, yaitu tata guna lahan, kualitas air, kualitas udara, resiko bencana, perkotaan dan tata kelola.
Tata kelola lahan, menurut dia, terkait tingkat kepadatan penduduk, dimana pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun akibat migrasi penduduk dan perubahan penggunaan lahan.
"Yang kita temui kawasan lindung berdasarkan RT atau RW, penutupan lahan dampaknya berpotensi besar terhadap sumber daya air dan sebagainya. Langkah yang kita ambil antara lain, dengan penghijauan maupun reklamasi pantai, dengan penanaman mangrove dan beberapa kegiatan lain,"katanya.
Isu kualitas air juga diangkat mengingat faktor pemicu yang utama adalah karena perkembangan penduduk yang luar biasa, berdampak pada masyarakat, yang akhirnya terpola dalam segregasi kependudukan, segregasi kepemilikan.
"Segregasi ini terpola akibat dari faktor etnis dan juga faktor agama. Sehingga kawasan yang sebetulnya tidak boleh dihuni oleh masyarakat, karena keterbatasan lahan, akhirnya masyarakat harus menempatinya. Ini merupakan masalah yang sangat serius karena dampaknya timbul kawasan pemukiman baru, dan berpengaruh pada masalah sampah dan kualitas air," ujarnya.
Richard menambahkan, selain isu nasional, harga tanah yang murah di lereng gunung dan bantaran sungai, menjadi masalah di Kota Ambon, sehingga terjadi isu masalah alihfungsi lahan, serta lahan pemukiman yang semakin padat.
"Mengantisipasi isu tersebut, diambil kebijakan antara lain, dengan semangat kemitraan dengan DPRD, lalu kita juga meningkatkan anggaran untuk lingkungan, secara proposional," ujarnya.
Ditambahkannya, sejumlah inovasi yang dilakukan Pemkot Ambon antara lain dengan Sistem Marinyo Tabaos( Simantap), Sistem informasi manajemen pengendalian dan pengawasan peraturan daerah (Simpapeda), Tagor (Tabaos Got Kotor), Smart Fishing.
"Website dibuat Dinas Penanggulangan bencana untuk sistem informasi rekinstruksi dan rehabilitasi pasca bencana, website kecamatan untuk monitor," kata Richard.